Pendekatan Pola Gerak Dominan Dalam Senam

PENDEKATAN POLA GERAK DOMINAN A. Pendahuluan Pengajaran senam di sekolah (dalam pelajaran penjas) berbeda sifatnya dengan pelatihan senam yang ada di klub-klub senam. Dalam pendidikan jasmani, anak hadir di hall senam bukan karena mereka ingin ada disana, melainkan mereka harus ada disana. Tidak mengherankan jika sebagian dari mereka terlihat antusias, sementara tidak sedikit pula yang terlihat terpaksa, ragu-ragu, atau malah terlihat malas. Tidak ada dua anak yang sama dalam segala hal. Mereka biasanya berbeda dalam hal fisik, begitu pula dalam hal kepribadian dan perbedaan individu lainnya. Apa yang disenangi seorang atau sebagian anak bisa jadi sesuatu yang membosankan atau menakutkan bagi anak lain. Kemungkinan tersebut bisa berlaku dalam pembelajaran senam, dimana proses pembelajarannya bersifat sangat khusus dan berbeda dari pelajaran keterampilan gerak lainnya seperti permainan. Dalam senam anak biasanya melihat alat yang asing bagi mereka. Belum lagi gerakan-gerakan yang harus dikuasai di dalamnya bersifat sangat khas, seolah sangat ditentukan oleh kemampuan dan ciri fisik anak yang melakukannya. Anak yang gemuk, misalnya, akan merasa bahwa dirinya tidak akan mudah melakukan gerakan yang diminta oleh guru, sehingga belum apa-apa (mencoba) dia akan serta-merta mengatakan tidak mau, atau tidak bisa. Demikian juga dengan anak yang mungkin merasa dirinya tidak punya kekuatan, iapun akan menolak untuk melakukan handstand atau bertumpu di palang, dsb. Bagaimanakah guru bisa sukses ditengah-tengah perbedaan yang sangat khas tersebut? Tidak ada jawaban yang jitu. Tetapi diyakini, bahwa pendekatan (tradisional) yang tunggal (yang selama ini sering ditempuh guru) tidak akan berhasil memecahkan perbedaan di atas, bahkan bisa lebih memperburuk keadaan. Persoalan lain timbul dari pihak guru. Sebagai guru, Anda akan menemukan bahwa pembelajaran senam harus banyak memerlukan bantuan pada setiap tahapannya. Ini wajar, sebab pembelajaran senam banyak berhubungan dengan upaya memanipulasi gerakan yang melibatkan tubuh sebagai alatnya. Hal tersebut berbeda dengan cabang olahraga lain, yang hanya memanipulasi alat seperti bola, pemukul, atau alat lain yang tidak melibatkan tubuh secara langsung. Pengajaran senam, termasuk di dalamnya senam lantai, sangat menuntut kerja fisik dan mental. Beban ini biasanya meningkat manakala mengajarkan dan memperkenalkan keterampilan baru, terutama gerakan yang kompleks. Pada tahap ini, guru seolah diwajibkan memberikan bantuan terus menerus, yang bantuan tersebut lebih sering berupa upaya mendukung atau mengangkat tubuh siswa pada setiap tahap gerakannya. Dapat dibayangkan, betapa besar energi yang dikeluarkan guru, jika jumlah murid di dalam kelas mencapai 40 orang siswa, dan setiap siswa melakukan minimal dua hingga tiga kali ulangan. Jika guru tidak mengerti teknik bantuan dan bagaimana memanfaatkan murid atau siswa lain untuk saling membantu, maka tugas mengajar senam akan sangat memberatkan. Di samping usaha dari pihak guru atau pelatih di atas, pesenam pun harus banyak berusaha mengulang-ulang gerakan dimaksud agar dapat menguasainya. Umumnya, semakin sulit gerakan itu, semakin banyak usaha yang diperlukan untuk menguasainya. Persoalan ini ternyata tidak mudah dipecahkan karena bahkan setelah anak berusaha dengan baik sekalipun, dirinya tidak serta-merta mampu menguasai keterampilan tersebut. Belum lagi jika faktor ketakutan siswa mulai diperhitungkan. Salah satu isu yang paling santer dalam pembelajaran senam adalah bagaimana murid dapat termotivasi ketika mengikuti pelajaran. Kenyataan menunjukkan, bahwa dalam banyak situasi pembelajaran senam, banyak sekali murid yang nampaknya tidak tertarik untuk betul-betul menguasai keterampilan senam. Dari pengalaman malahan hampir semua murid putri sepertinya takut mengikuti pelajaran senam. Sebenarnya persoalan takutnya anak dalam mengikuti pelajaran senam bukan masalah baru. Dan itu terjadi bukan hanya di sekolah-sekolah Indonesia yang peralatannya sangat tidak memadai. Bahkan di negara majupun keadaan di atas tampak sangat mencolok. Di mana sebenarnya letak kesalahannya? menurut para ahli, kesalahannya justru pada pendekatan pengajaran senam yang ditempuh para guru. Jika para guru memilih pendekatan pengajaran formal terhadap senam prestasi, maka akan banyak anak yang merasa dirinya tidak mampu dan karena itu tidak termotivasi sama sekali. Untuk itu agar siswa termotivasi guru perlu mengubah pendekatan pengajaran senamnya dengan pendekatan yang berorientasi permainan, atau pendekatan Pola Gerak Dominan (PGD) seperti akan diuraikan di bagian lain. Karena itu disarankan agar guru bisa menempuh pendekatan baru, dengan menerapkan serta memanfaatkan bermacam-macam keterampilan mengajar, metode dan gaya mengajar yang dapat berinteraksi secara efektif dengan lingkungan belajar yang khusus (Mosston & Asworth, 1994). B. Pendekatan Pola Gerak Dominan a. Hakikat Pola Gerak Dominan Untuk mengusung niat pengajaran senam yang menyenangkan, tentu perlu diwujudkan melalui pemilihan pendekatan pengajaran yang tepat. Sejauh ini ada berbagai pendekatan yang dikenal dalam pengajaran dan pelatihan senam, di antaranya misalnya pendekatan melalui pengelompokan keterampilan formal, pendekatan tahap pertumbuhan dan perkembangan anak, serta pendekatan pola gerak dominan (PGD). Pendekatan terakhirlah yang akan dipilih dalam naskah ini, tentunya dengan beberapa tambahan di sana-sini. Yang dimaksud dengan pola gerak dominan adalah pola gerak yang mendasari terbentuknya suatu keterampilan sehingga perannya dianggap dominan. Istilah ini diturunkan dari terminologi formal Teori Motorik yang membagi gerak menjadi 3 tingkatan, yaitu gerak (movement), pola gerak (movement pattern) dan keterampilan (skill). Gerak diartikan sebagai perpindahan tubuh atau anggota tubuh secara nyata dari satu titik ke titik lain. Sedangkan pola gerak adalah sekelompok atau suatu seri aksi gerak yang memiliki fungsi luas yang ditampilkan dengan tuntutan ketepatan yang rendah (Singer, 1980). Kemudian keterampilan adalah kemampuan atau suatu aksi gerak yang mengantarkan pada suatu hasil dengan kepastian yang tinggi dan dengan pengeluaran energi dan waktu yang minimal (Guthrie dalam Schmidt and Wrisberg, 2000). Dilihat dari pengertian di atas, maka posisi pola gerak tingkatnya berada lebih rendah dari keterampilan. Jika keterampilan dicirikan oleh hasil yang harus tinggi tingkat ketepatannya, sedangkan pola gerak tingkat ketepatan hasilnya rendah. Dengan demikian kita dapat mengatakan bahwa pendekatan pola gerak dominan adalah pendekatan pengajaran yang lebih ditekankan pada pengembangan PGD-nya daripada terhadap keterampilannya itu sendiri (Shembri, 1983). Artinya tuntutan dari hasil pembelajaran dengan pendekatan ini tidak harus sampai pada penguasaan keterampilan suatu cabang olahraga, tetapi cukup jika ditujukan pada pengembangan pola gerak-pola geraknya. Khusus dalam pembelajarn senam, pengertian pendekatan PGD mengarah pada upaya guru untuk mengembangkan polagerak-pola gerak yang sifatnya dominant di dalam senam. Ini juga berarti bahwa dalam cabang olahraga lainpun, pendekatan ini dapat juga diterapkan, sepanjang guru mampu mengidentifikasi pola gerak-pola gerak yang sifatnya dominant dalam cabang tersebut. PGD inilah yang menjadi dinding bangunan (building block) untuk terbentuknya keterampilan-keterampilan yang lebih kompleks. Misalnya putaran dalam roll depan adalah PGD yang sama dengan putaran untuk berhasilnya salto depan. Oleh karenanya, guru tinggal memilih sejumlah kecil kunci keterampilan yang mendasari keterampilan senam, melatih/mengajarkannya kepada anak, kemudian baru berangkat pada penguasaan keterampilan yang berikutnya. Terdapat beberapa keuntungan jika guru menempuh pendekatan PGD. Di antaranya adalah : · Guru dapat berkonsentrasi pada pola gerak kunci, sehingga mengurangi jumlah kegiatan atau keterampilan yang harus dikuasai murid. Variasi dan tingkat kesulitan kelak ditambahkan setelah “building block” dari setiap PGD dikuasai. · Pengajaran PGD dapat lebih disesuaikan dengan taraf pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga anak merasa tugas geraknya tidak terlalu sulit, tetapi tetap menantang dan menyenangkan . · Pendekatan PGD menekankan terjalinnya benang merah antar berbagai keterampilan. Jalinan ini mempermudah guru untuk menentukan poin-poin penting pengajaran (teaching points) yang bisa dipergunakan untuk banyak keterampilan. · Untuk setiap PGD yang dilakukan selalu terdapat persyaratan kemampuan fisik yang perlu dimiliki. Pendekatan PGD, dengan menekankan urutan dari yang sederhana ke yang lebih sulit, memungkinkan guru untuk memperhatikan persyaratan kemampuan fisik untuk setiap kegiatan. · Kerangka pendekatan PGD memungkinkan guru merencanakan program yang seimbang. Guru dapat memilih kegiatan-kegiatan yang tepat dari setiap PGD, atau membaginya menurut kebutuhan, misalnya 3 PGD dalam satu pelajaran, dan sisanya pada pelajaran berikutnya. b. Macam-Macam Pola Gerak Dominan Senam Senam dapat dibedakan dari olahraga lainnya oleh seperangkat pola gerak dominannya yang unik. Kesemua pola gerak dominan itu adalah : a. Landings (pendaratan) b. Static position (posisi-posisi statis) c. Locomotion (Gerak berpindah) d. Swings (Ayunan) e. Rotations (Putaran) f. Springs (Tolakan) g. Flight and height (Layangan dan ketinggian) Untuk keperluan pengenalan pendekatan PGD, di bawah ini hanya akan diuraikan serba sedikit pola tersebut, sekedar mengetahui deskripsinya, mekanikanya, serta macam- macam PGD-nya. Kita mulai dari yang pertama. 1) Landing ( Pendaratan ) Istilah pendaratan diartikan secara meluas sebagai penghentian yang terkontrol dari tubuh yang melayang turun. Pendaratan bisa dilakukan pada kedua kaki, tangan, atau disebarkan pada bagian tubuh yang lebih besar, seperti pada punggung. Gambar 2.1. Macam-macam Pendaratan (Schembri, 1983) a) Deskripsi Dari kesemua gerak yang ada, pendaratan merupakan pola yang paling penting, sebab, pertama, kemampuan dalam hal landing menjamin keselamatan, dan kedua, landing merupakan kegiatan yang paling umum dalam senam serta menjadi penentu keberhasilan dari hampir setiap elemen senam. Semua gerakan senam beserta setiap pola gerakannya ( mengayun, melayang, rotasi, dan posisi statis) berakhir pada pada sikap mendarat. Teknik pendaratan yang salah adalah sumber cedera, dan dalam senam kompetitif menjadi salah satu aspek yang dinilai juri. b) Terdapat dua prinsip mekanik yang menentukan semua bentuk pendaratan yang harus difahami oleh setiap pelatih/ guru dan para peserta, yaitu (1) Momentum dari setiap pendaratan harus diserap dalam periode waktu selama mungkin Ilustrasi di bawah menggambarkan dua pendaratan yang sangat berbeda. Gambar satu menunjukkan pendaratan yang tidak aman, ketika pesenam mendarat dari ketinggian dengan mempertahankan tubuh yang kaku dan mendarat pada permukaan yang keras. Terjadinya pendaratan sangat cepat, sehingga menimbulkan benturan yang keras pada beberapa persendian, terutama pada tulang belakang. Gambar kedua menunjukkan teknik yang memadai, yang menyebabkan waktu pendaratan dapat disebarkan ke permukaan yang lembut, dan peristiwa pendaratan dilakukan dengan bagian kaki yang berbeda dalam urutan yang bertahap: pertama, ujung kaki, lalu seluruh kaki, kemudian membengkokkan lutut, dan terakhir membengkokkan sendi panggul, sebelum berdiri tegak. Gambar 2.2. Pendaratan lurus dan pendaratan tekuk (Schembri, 1983) (2) Momentum setiap pendaratan harus diserap dengan menggunakan sebesar mungkin bagian tubuh ( permukaannya )yang terlibat. Pesenam dapat memperluas dasar tumpuan dengan membuka kaki selebar bahu, atau dalam pendaratan penyelamatan, pesenam harus meredam daya tubuh di atas daerah selebar mungkin dengan gerakan mengguling (roll). Gulingan badan bukan hanya memperluas bagian tubuh yang mendarat, tetapi juga memperlama saat pendaratan. c) Jenis – jenis pendaratan Sedikitnya terdapat empat macam pendaratan yang berbeda, yaitu : (1). Pendaratan dengan kaki. (2). Pendaratan dengan tangan. (3). Pendaratan dengan putaran. (4). Pendaratan dengan punggung rata. 2) Posisi Statis (Static position) Statis berarti diam atau seimbang. Pesenam yang sedang dalam posisi diam adalah pesenam yang sedang dalam posisi seimbang. Pada saat demikian, titik pusat berat tubuhnya sedang tidak bergerak a) Deskripsi Yang dimaksud posisi statis adalah posisi tubuh yang dibuat oleh semua posisi “bertahan“ atau “diam” yang sangat umum dalam senam. Posisi ini biasanya dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu bertumpu (support), menggantung (hang), dan keseimbangan (Balance). Gambar 2.3. Macam-macam posisi statis (Schembri, 1983) b) Mekanika Untuk sebagian besar, pertimbangan-pertimbangan mekanika dalam posisi ini berhubungan dengan stabilitas equilibrium (titik berat tubuh dalam hubungannya dengan dasar tumpuan). Dalam hal ini, secara mendasar, pola ini menggambarkan hubungan antara titik berat tubuh (center of gravity) dengan dasar tumpuan (base of suport). Sebagaimana diketahui, titik berat tubuh tidak berada di titik yang tetap, tetapi bergerak sesuai dengan perubahan konfigurasi tubuh. Misalnya, dalam gambar dibawah terlihat bahwa titik berat tubuh bergeser ketika posisi tubuh berubah (perhatikan anak panah yang menunjuk letak dari titik berat tubuh ). Gambar 2.4. Letak titik berat tubuh pada posisi tubuh yang berbeda (Schembri, 1983) Dalam kaitannya dengan keseimbangan, terdapat empat prinsip yang harus diketahui bagaimana hubungan antara titik berat tubuh dan tumpuan itu. (1) Jarak titik berat tubuh dari dasar tumpuan. Maksudnya, semakin dekat antara titik berat tubuh ke dasar tumpuan, stabilitas semakin besar. Gambar 2.5. Ketinggian titik berat tubuh yang berbeda (Schembri, 1983) (2) Titik berat tubuh berhubungan dengan dasar tumpuan. Maksudnya, jika titik berat tubuh berada dalam wilayah dasar tumpuan, maka keseimbangan semakin besar. Jika titik berat tubuh berada di luar dari wilayah dasar tumpuan, maka keseimbangan akan semakin kecil. Gambar 2.6. Titik berat tubuh di atas dan di luar dasar tumpuan (Schembri, 1983) (3) Ukuran dasar tumpuan Maksudnya, semakin besar dasar tumpuan, keseimbangan semakin besar. Gambar 2.7. Dasar tumpuan yang satu lebih besar dari yang lain (Schembri, 1983) (4) Segmen dari titik berat tubuh berhubungan dengan dasar tumpuan. Maksudnya, jika tubuh dianggap segmen-segmen, maka stabilitas akan semakin besar jika titik berat dari setiap segmen tubuh itu tersusun secara vertikal di atas titik berat dari segmen yang ada di bawahnya. Gambar 2.8. Titik berat segmen tubuh yang berhubungan (Schembri, 1983) c) Jenis – jenis posisi Statis (1) Tumpuan (support) Tumpuan adalah posisi statis yang stabil yang dilakukan dengan menggunakan tenaga tangan dan lengan agar tubuh serta bahu berada pada suatu alat. Pada posisi ini dapat dibedakan antara tumpuan depan, tumpuan belakang, tumpuan lengan atas, tumpuan lengan bawah, tumpuan samping, tumpuan memanjang, dan lain– lain. Gambar 2.9. Jenis tumpuan depan (Schembri, 1983) (2) Gantungan (hang) Gantungan adalah posisi statis di mana bahu berada di bawah suatu alat. Banyak pola gerak lain (seperti ayunan dan locomotion) yang berawal dari posisi menggantung sehingga kemampuan ini perlu dikembangkan terlebih dahulu. Latihan menggantung tidak dapat diabaikan, karena dapat mengembangkan kekuatan dan daya tahan pegangan (grip) dalam berbagai posisi yang mungkin dilakukan, sehingga mengembangkan juga kemampuan orientasi ruangnya. Hal ini berlaku juga dalam hal tumpuan, sehingga kekuatan dan daya tahan tumpuan harus dikuasai terlebih dahulu sebelum digabungkan dengan gerakan-gerakan lokomotor dan ayunan. Untuk itu perlu diajarkan berbagai variasi pegangan menggantung seperti pegangan atas (over grip), pegangan bawah (under grip) pegangan campuran (mixed grip), pegangan silang (cross grip), dan pegangan L (elgrip/eagle). Di samping itu, gantungan dalam posisi tubuh yang berbeda-beda pun harus dikembangkan secara bertahap, seperti gantungan panjang (long hang). (3) Keseimbangan (Balance). Keseimbangan adalah aspek yang sangat penting dalam senam dan sampai pada tahapan tertentu sudah disimpulkan bahwa kemampuan ini dapat dilatih atau dikembangkan. Adapun macam-macam sikap keseimbangan dalam posisi statis ini bisa dibedakan antara keseimbangan dengan satu kaki, keseimbangan dengan pinggul, keseimbangan dengan lutut, keseimbangan dengan dua tangan, keseimbangan dengan satu tangan, serta keseimbangan dengan kepala. Gambar 2.10. Contoh keseimbangan (Schembri, 1983) 3) Locomotion (Gerak berpindah tempat). a) Deskripsi Locomotion didefinisikan sebagai berulang-ulang memindahkan tubuh atau gerak tubuh atau anggota tubuh yang menyebabkan tubuh berpindah tempat. Kegiatan-kegiatan yang bersifat lokomotor di dalam senam bisa dibilang sering dilakukan dan bersifat unik (memanjat alat, dan lain-lain). b) Mekanika. Sebagaimana disepakati, kita definisikan bersama bahwa lokomotor adalah “ berulang-ulang memindahkan tubuh”. Agar hal itu bisa terjadi, orang yang bersangkutan harus mengerahkan daya internal (kontraksi otot) yang menggeser titik berat tubuh sehingga menyebabkan kehilangan keseimbangan, dan segera mengembalikannya. Gambar 2.11. Lari dan jalan sebagai contoh lokomotor (Schembri, 1983) c) Jenis-jenis lokomotor. Dalam kaitan ini, lokomotor dapat dibagi dalam empat bagian besar, yaitu : (1). lokomotor pada kedua kaki, misalnya berlari, hop, melompat, skip, berderap dan gerakan- gerakan tarian, dll. Untuk membuat variasi pada gerak di atas, bisa dilakukan dengan merubah arahnya, merubah jalurnya, merubah tingkat ketinggiannya, serta merubah iramanya, termasuk tempat gerakan dilakukan, apakah di lantai atau di atas alat tertentu. (2). lokomotor dalam posisi bertumpu, misalnya gerakan-gerakan lokomotor menirukan gerakan-gerakan binatang seperti ulat ukur, anjing, gajah, buaya, kepiting, dll, serta gerak lokomotor bertumpu di atas alat senam seperti palang sejajar dan kuda pelana. (3). lokomotor dalam posisi menggantung, misalnya naik tambang, menggantung di palang sejajar sambil bergerak, dsb. (4). Lokomotor dengan menggunakan DMP yang lain, misalnya roll depan atau roll belakang sebagai contoh putaran, loncat-loncat dengan tangan maupun dengan kaki sebagai contoh DMP tolakan (spring). 4) Ayunan (Swing) a) Deskripsi. Ayunan adalah suatu gerak melingkar yang berporos di luar tubuh atau benda yang bergerak. Ayunan merupakan bagian yang integral dengan senam dan dapat diperkenalkan pada tingkat keterampilan manapun. Kegiatan-kegiatan pendahuluan yang berkaitan dengan gantungan dan tumpuan, termasuk berbagai macam pegangan (grip) dan posisi tubuh selama menggantung atau bertumpu merupakan dasar utama dari pembentukan keterampilan mengayun. b) Mekanika Terdapat tiga pertimbangan mekanika yang penting untuk dimengerti dalam gerakan ayunan: (1) Terdapat suatu perbedaan kecepatan di dalam fase menaik (ascending) dan fase menurun (descending) dalam ayunan. Fase descending adalah fase disaat momentum ayunan dapat ditingkatkan sementara fase ascending adalah fase ketika momentum akan diturunkan. Hal ini tidak mengherankan jika kita mengetahui bahwa gaya tarik bumi mendukung kita pada fase descending atau ayunan ke bawah tetapi sebaliknya akan melawan pada fase ascending atau ayunan ke atas. Untuk mengoptimalkan ayunan dan meningkatkan amplitudo ayunan kita harus mencoba meningkatkan efek positif dari gaya tarik bumi pada ayunan descending dan menurunkan efek negatif gaya tarik bumi pada ayunan ascending. Hal ini bisa dilakukan dengan memindahkan titik berat tubuh menjauhi poros ayunan (memanjangkan tubuh) pada ayunan descending dan memindahkannya mendekati poros ketika ayunan ascending (memendekkan badan dengan membengkokkan panggul dan kaki). Gambar 2.12. Fase menaik dan menurun pada ayunan (Schembri, 1983) (2) Untuk memaksimalkan besarnya ayunan, posisi awal ayunan harus dilakukan setinggi mungkin. Hal ini akan menyebabkan pengaruh percepatan titik berat tubuh untuk menyalurkan jumlah gerak yang lebih besar dan memaksimalkan besar dari fase naik berikutnya. Gambar 2.13. Perbedaan awal ayunan menghasilkan luas yang berbeda (Schembri, 1983) (3) Prinsip penting lainnya untuk memaksimalkan besaran ayunan adalah meningkatkan (memperbesar) jarak antara titik berat tubuh dengan poros putaran (palang). Jarak antara titik berat tubuh dengan pusat putaran disebut radius putaran. Gambar 2.14. Jumlah tenaga ayunan ditingkatkan oleh radius putaran. Bandingkan antara Radius putaran antara (a) dan (b). (Schembri, 1983) c) Jenis-jenis Ayunan. Ayunan bisa dibedakan menjadi dua macam ayunan besar, yaitu : (1). Ayunan dari gantungan, yang terdiri dari ayunan panjang (long swing), ayunan meluncur (glide swing), ayunan dengan posisi tubuh terbalik, serta ayunan melecut (beat swing). (2). Ayunan dari tumpuan, yang bisa dibedakan lagi menjadi ayunan pada palang tunggal, misalnya ayunan tumpu depan, dan ayunan pada palang sejajar, misalnya cross support swing. 5) Putaran (Rotation) Putaran mempunyai peranan penting dalam pengembangan koordinasi, menyediakan sedemikian banyak jenis variasi dalam program senam. a) Deskripsi. Berbeda dengan “ayunan” yang umumnya berporos eksternal seperti palang, gelang-gelang, dll, “putaran” berhubungan dengan gerak berputar yang berporos internal (tubuh), baik secara longitudinal, transversal, maupun medial (anterior-posterior). Banyak sekali istilah yang dipakai dalam kosa kata senam yang digunakan untuk menggambarkan atau menamai putaran di sekitar poros internal, misalnya skrup, twist, turn, sommersault, salto, pivot, pirouettes, spin, roll, circle, dll. b) Mekanika. Untuk memulai putaran, suatu daya harus dikerahkan sedemikian rupa sehingga ia tidak melewati titik berat tubuh. Lebih jauh daya tersebut melintas dari titik berat tubuh, maka semakin besarlah pengaruh putarannya. Jika daya tadi dikerahkan melalui titik berat tubuh, maka efek putarannya akan kecil atau tidak ada sama sekali, tetapi malahan memindahkan titik berat tubuh dalam arah dimana tadi dikerahkan. Gambar 2.15. Variasi daya yang dikerahkan pada titik berat dan di luar titik berat (Schembri, 1983) Untuk mengubah rotasi yang sudah dimulai, kita tinggal membuat variasi pada distribusi massa tubuh di sekitar poros putaran tadi, yaitu dengan cara memindahkan massa tubuh mendekati atau menjauhi porosnya. Lebih dekat massa tubuh ke poros putaran akan menghasilkan kecepatan rotasi yang meningkat; sedangkan lebih jauh massa ke poros akan menghasilkan penurunan kecepatan. Gambar 2.16. Mengubah kecepatan putaran (Schembri, 1983) c) Jenis- jenis Putaran Seperti telah disinggung di bagian awal, putaran dapat dibedakan berdasarkan porosnya. Oleh karena itu, jenis-jenis putaran dapat dibedakan menjadi : (1). Putaran yang Berporos Tranversal (dari samping ke samping). Putaran-putaran pada poros ini meliputi gerakan-gerakan seperti roll depan, roll belakang, salto depan, salto belakang, dll (2). Putaran yang Berporos Longitudinal (memanjang dari kepala ke kaki). Putaran yang terjadi akan memungkinkan tubuh berputar secara memanjang seperti twist, pirouette, turn, dll. Yang membedakan berikutnya adalah jumlah dari putarannya, apakah satu putaran, setengah putaran, atau dua putaran penuh, dll. (3). Putaran yang Berporos Medial (Anterior/Posterior=depan/ belakang), ke dalam putaran ini sedikit sekali gerakan dapat dibuat, seperti gerakan baling-baling dan round off. 6) Tolakan (Spring) Tolakan dapat dilihat sebagai situasi ketika seseorang melontarkan dirinya ke udara. Oleh karena itu, jenis tolakan dalam senam dapat dibedakan dari caranya orang itu memilih bagian tubuhnya sebagai alat pelontar, yaitu kaki, tangan, dan kombinasi keduanya. Dari berdiri Tolakan dua kaki Diawali dengan lari Tolakan 1 kaki Tolakan dengan tangan Gambar 2.17. Jenis tolakan yang berbeda (Schembri, 1983) a) Deskripsi Pola gerak dominan yang satu ini meliputi kegiatan-kegiatan yang menghasilkan perpindahan tubuh secara cepat seperti menolak (take-off) dari dua kaki untuk kuda lompat, tolakan dua tangan dalam banyak kegiatan tumbling dan kuda lompat, atau take off dengan satu atau dua kaki dalam leap (arah lompatan ke depan dan berganti kaki) dan lompat secara berturut-turut (jangkit). Tolakan menuntut kekuatan yang digabung dengan kecepatan, atau yang sering disebut power. Tidak seperti kemampuan fisik yang lain, power berkembang sangat lambat, begitu juga teknik lompat yang efisien. Karenanya, kegiatan senam yang memakai pendekatan PGD akan merupakan kegiatan yang baik dalam mengembangkan power. Gambar 2.18. Kegiatan latihan tolakan (Schembri, 1983) b) Mekanika Untuk bisa memindahkan titik berat tubuh secara cepat suatu daya harus dikerahkan pada tubuh. Daya tersebut dapat merupakan hasil dari usaha internal seperti kontraksi otot atau bisa juga berasal dari dorongan luar (external) seperti dari papan tolak, palang, atau kekenyalan lantai. Semua daya itu harus : (1). cukup besaran atau luasnya, (2). dalam arah yang diinginkan,dan (3). disalurkan ke tubuh yang keras dan kaku. Meskipun ketiga kondisi di atas nampaknya mudah dipahami, secara praktek semua kondisi itu harus dilatih dengan benar agar semakin disadari dengan benar. Khususnya prinsip ketiga, mengerahkan daya kepada tubuh yang kaku, harus benar-benar dapat dilakukan dengan baik, karena kalau tidak, daya itu akan diserap ke dalam tubuh daripada bertindak untuk memindahkan tubuh. Lihat contoh di bawah ini. Gambar 2.19. Engsel keras dan engsel lembek (Schembri, 1983) Untuk tolakan yang dimulai dari lari awalan, berlaku mekanika seperti: · Lari dengan kecepatan yang terkontrol, · Langkah transisi antara lari dan tolakan, di sebut hurdle, harus rendah dan cepat. · Mengikuti kontak pertama yang singkat, pergelangan kaki, lutut dan persendian panggul memberikan sedikit lekukan untuk menghasilkan tenaga dorongan besar ketika bagian yang bengkok itu diluruskan dengan cepat dan bertenaga. Gambar 2.20. Daya dikerahkan dari pelurusan lutut (Schembri, 1983) Untuk menciptakan tenaga ke atas dari tolakan yang diawali lari awalan, diperlukan derajat sudut tahanan (blocking angle) yang mencukupi. Ini berarti bahwa pesenam harus mencondongkan tubuh sedikit ke belakang dari garis vertikal sesaat sebelum menolak. 7) Layangan dan Ketinggian a) Deskripsi Layangan adalah peristiwa ketika tubuh sedang berada di udara, terbebas dari kontak dengan alat atau permukaan tanah. Sedangkan ketinggian adalah besarnya jarak antara titik berat tubuh ke permukaan tanah. a) Mekanika Jalur layangan dari pesenam dibentuk dari tolakan, dan bergantung pada: (1). Sudut tolakan atau lepasnya pegangan, (2). Kecepatan tolakan, (3). Ketinggian dari titik berat tubuh atau tolakan atau lepasnya pegangan. Jalur layangan tidak dapat diubah. Setiap gerakan yang dilakukan setelah tolakan, seperti membengkokkan badan atau kaki, tidak berpengaruh apa-apa terhadap jalur layangan. Bandingkan kedua gambar di bawah. Gambar 2.21. Posisi tubuh tidak merubah jalur layangan (Schembri, 1983) Untuk menambah lamanya waktu di udara, ketinggian di atas alat merupakan faktor penting. Hanya meningkatkan jarak horizontal saja tidak akan membuat perbedaan dalam jumlah waktu total selama di udara. Gambar di bawah menunjukkan bahwa waktu layangan dari dua pesenam adalah sama. Gambar 2.22. Meskipun jarak layangan berbeda, tetapi karena titik ketinggian sama, waktu layangan akan sama (Schembri, 1983) C. Pengaturan Kelas dalam Pendekatan PGD Pembelajaran senam termasuk dengan pendekatan Pola Gerak Dominan (PGD) membutuhkan pengaturan kelas yang berbeda dari pengajaran pada alat lain. Hal ini disebabkan oleh adanya kemungkinan bahwa jumlah matras yang dimiliki oleh sekolah bisa lebih dari dua matras, sehingga perlu dirancang bagaimana format penggunaannya. Sedangkan alat lain yang jumlahnya biasanya tidak pernah lebih dari satu buah, tidak terlalu memerlukan pengaturan. Maksud utama dari pengaturan kelas dalam pembelajaran senam adalah meningkatkan jumlah aktif belajar siswa, terutama dengan mengurangi jumlah waktu untuk menunggu giliran. Bayangkan jika matras hanya ada dua, sedangkan jumlah siswa sampai di atas dua puluh orang. Jika guru tidak mencoba memanfaatkan cara penggunaan kedua matras itu, serta bagaimana giliran siswa dilaksanakan, akan terjadi penghamburan waktu oleh siswa hanya untuk menunggu giliran. Berikut akan digambarkan beberapa contoh pengaturan kelas dalam pembelajaran senam lantai, yang dimaksudkan untuk memaksimalkan pengaturan matras dan pembagian siswa. 1. Format Setengah Lingkaran Matras diatur dalam bentuk formasi setengah lingkaran sehingga memungkinkan untuk membagi siswa ke dalam kelompok yang sesuai dengan jumlah matras yang tersedia. Semakin banyak kelompok yang bisa dibentuk dan dilibatkan dalam pelaksanaan tugas, semakin sedikit jumlah waktu menunggu giliran, dan semakin banyak pula waktu untuk mencoba yang tersedia bagi siswa. Format setengah lingkaran ini, memungkinkan pula bagi guru untuk tetap mengawasi seluruh kelompok dalam waktu yang bersamaan. Gambar 1.1. Formasi Setengah Lingkaran Sumber: Russel, . Format Garis Sejajar Matras dibentuk dalam dua atau tiga garis yang sejajar, digabung dengan alat lain, misalnya papan tolak atau bangku, membentuk jalur yang menyatu antara ketiganya. Pengaturan demikian akan menyebarkan anak dalam alat yang berbeda—dalam arti tidak berkumpul di satu tempat—sehingga tidak banyak waktu yang terbuang untuk menunggu giliran. Gambar 1.2. Formasi Garis Sejajar Sumber: Russel, . Format Garis Sejajar dengan Alat Lain Seperti formasi di atas, tetapi digabung dengan alat lain yang bisa menampilkan tugas berbeda. Keuntungannya: · Memberikan variasi pada gerakan yang sedang dipelajari. · Pos kedua hanya digunakan untuk merevisi keterampilan yang sebelumnya dipelajari. Gambar 1.3. Formasi Sejajar dengan Alat Lain Sumber: Russel, . Format Satu Garis Melintang Sejumlah matras disambungkan menjadi satu garis tetapi dipakai secara melintang. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dan tiap kelompok ditempatkan di sepanjang matras menghadap ke sisi matras. Gambar 1.2. Format satu garis melintang Sumber: Russel, . Formasi zig-zag Gambar 1.5. Formasi Zigzag (Sumber: Russel, 1986) D. Menilai kemajuan dan Memotivasi Anak. 1. Menilai Kemajuan Anak Jelas sekali bahwa menilai kemajuan anak dalam senam adalah dengan mengamati langsung penampilan anak ketika melakukan salah satu keterampilan atau rangkaian. Yang perlu diingat adalah bahwa kemajuan anak dalam gerak (bukan hanya senam) hanya dapat dilihat melalui pengamatan yang berkelanjutan. Hindari menetapkan target atau kriteria yang terlalu berat sebelah pada keterampilan senam yang sudah dipelajari, tanpa melihat kemungkinan kemajuan pada aspek yang mendasarinya, misalnya kemajuan dalam PGD-nya atau pada kualitas fisiknya. Beberapa cara menilai keterampilan senam yang sebenarnya memang tidak sederhana, oleh karenanya tidak akan diuraikan terlalu mendetil pada bagian ini. Sebagai patokan umum, disini hanya diuraikan petunjuk sebagai berikut : § Ketahui apa yang diharapkan untuk dilihat. – Miliki gagasan jelas tentang model ideal dari keterampilan rangkaian yang akan dinilai. – Bacalah uraian teknik dari keterampilan senam dari buku sumber yang bisa dipercaya. § Amati keterampilan atau rangkaian yang ditampilkan. – Amati dengan cermat gambaran utama dari keterampilan yang ditampilkan sebelum melihat detil-detilnya. – Amati detil kesalahan yang dibuat, misalnya kaki, tangan, atau tubuh. – Amati dengan cermat apakah gambaran penting dari keterampilan sudah tertampilkan atau belum. – Sebagai patokan, pertanyakan: apakah bentuknya bagus, tekniknya bagus, ditampilkan dengan irama, amplitudo, dan harmoni yang bagus? 2. Mengorganisir Ruang dan Peralatan. Keharusan guru dalam mengorganisir ruang dan peralatan dimaksudkan agar pembelajaran senam memenuhi beberapa persyaratan; yaitu: § Keamanan dari penggunaan alat serta ruang secara keseluruhan. § Memungkinkan terjadinya kegiatan belajar yang memenuhi persyaratan ALT (active learning time = waktu aktif belajar) yang optimum. Keamanan dalam pembelajaran senam memang bukan hanya berkaitan dengan peralatan semata-mata, melainkan pula berhubungan dengan kesiapan fisik anak, terkuasainya persyaratan minimal dari keterampilan anak, kemampuan guru dalam mengajar serta mungkin pula dari pengontrolan kelas. Dalam kaitannya dengan peralatan, keharusan untuk mengatur ruang dan peralatan supaya memenuhi persyaratan keamanan adalah penempatan alat-alat sesuai dengan klasifikasinya. Hindari, misalnya, pemakaian alat yang sudah tidak memenuhi persyaratan, atau yang sudah diketahui rusak. Di samping itu, guru pun harus mengetahui, bahwa untuk gerakan-gerakan tertentu dari senam yang sedang dipelajari anak, ada persyaratan minimal tentang alat yang dipakai. Misalnya berapa lapis matras yang perlu digunakan untuk latihan salto atau kuda lompat, berapa lapis untuk latihan baling-baling, dlsb. Keterampilan dalam mengorganisir ruangan dan alat, sebenarnya lebih diperlukan terutama untuk peningkatan aktivitas belajar anak. Jika sekolah hanya memiliki dua matras di ruangan yang lebar, guru harus mengetahui bagaimana caranya supaya aktivitas belajar tidak terlalu terhambat oleh waktu menunggu, misalnya. Kesemua itu memerlukan perhatian khusus dari guru dalam menata ruangan sedemikian rupa, serta bagaimana supaya alat yang ada bisa dimaksimalkan pemakaiannya. Sebagai pedoman, bisa dikemukakan di sini, bahwa guru perlu menata ruangan dan alat supaya menyerupai serta memungkinkan terjadinya latihan dalam bentuk circuit. Alat yang ada, di tambah alat lain yang memungkinkan untuk dipakai, dikelompokkan sesuai jumlah anak, dalam beberapa station (pos). Pada setiap pos, misalnya, tentukan tugas gerak yang berbeda-beda, sehingga setiap anak diberi kegiatan yang berupa tugas gerak. Caranya, walaupun pokok bahasannya adalah salah satu keterampilan senam, guru bisa menetapkan tugas-tugas gerak yang lain di pos yang berbeda. 3. Memotivasi siswa. Terdapat beberapa cara yang dapat ditempuh oleh guru untuk membangkitkan motivasi anak, baik bersifat ekstrinsik maupun intrinsik. o Pilihlah kegiatan pembelajaran yang bisa disesuaikan bagi semua anak. Maksudnya, keterampilan yang dimaksud sudah disesuaikan (extending) baik untuk yang sudah terampil maupun yang belum. Dengan demikian tingkat keberhasilannya pun perlu di variasikan. o Beri kesempatan pada anak untuk merasa berhasil dalam suatu tugas pembelajarannya. Kalau memungkinkan, arahkan kesadaran murid bahwa keterampilan yang mereka kuasai sangat bermakna bagi mereka sendiri. o Buat cara agar murid bisa merasa unggul dalam bidang-bidang tertentu, dan siapkan alternatif bagi yang belum. Siapkan pula reward yang membanggakan, seperti misalnya pemberian gelar bagi murid-murid yang punya kemampuan khusus, seperti Mr. atau Miss. flexible, Mr. atau Miss. Altius, Mr. atau Miss. Fortius, dll. o Sediakan umpan balik positif sesering mungkin. Tunjukkan kemajuan mereka dengan kata-kata atau expresi seperti “lompatan kamu sangat indah”, ”bagus sekali cara kamu mempertahankan keseimbangan,” dll. o Pujian dan dorongan harus diberikan segera setelah satu kejadian berlangsung. o Keterampilan bukan hanya satu-satunya dasar untuk memberikan pujian, tetapi termasuk bagaimana anak antusias melakukannya, caranya bekerjasama, kerajinannya termasuk pula perilakunya yang selalu tertib dan teratur. KEPUSTAKAAN Gerling, Ilona E.(1998): Teaching Children’s Gymnastics, Spotting and Securing. Aachen, Meyer & Meyer Sport. Graham, George; Holt, Shirley Ann; Parker, Melissa. 1993: Children Moving, A Reflective Approach to Teaching Physical Education. California, Mayfield Pub. Co. Haines, Cathy (Ed) (1978): Coaching Certification Manual, Level 2 Women, Canada, Canadian Gymnastics Federation. Mahendra, Agus (2001b): Pembelajaran Senam: Pendekatan Pola Gerak Dominan untuk Siswa SLTP. Dirjen Dikdasmen dan Dirjen Olahraga, Depdiknas. Jakarta. Russell, Keith. 1986. Coaching Certification Manual, Introductory Gymnastics. Canada, Canadian Gymnastics Federation. Schembri, Gene. 1983. Introductory Gymnastics. A Guide for Coaches and Teachers. Australian Gymnastics Federation Inc. Schmidt, Richard A. and Wrisberg, Craig A. 2000. Motor Learning and Performance. A Problem-Based Learning Approach. Champaign. IL., Human Kinetics. Singer, Robert N. (1980): Motor Learning And Human Performance, An Application to Motor Skills And Movement Behaviors (3rd Ed.), New York, Macmillan Pub. Co.