Penerapan Sistem Pembayaran QRIS Masih Menemui Kendala

QRIS digadang bisa berkontribusi terhadap perkembangan ekonomi digital Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) meluncurkan standar Quick Response (QR) Code untuk pembayaran melalui aplikasi uang elektronik server based, dompet elektronik, atau mobile banking yang disebut QR Code Indonesian Standard (QRIS). Standar QR Code ini akan berlaku secara efektif mulai 1 Januari 2020.

Kehadiran QRIS pun mendapat sambutan yang positif dari berbagai pihak. QRIS digadang bisa berkontribusi terhadap perkembangan ekonomi digital Indonesia. Namun, tidak dapat dipungkiri, penerapan QRIS masih menghadapi sejumlah tantangan.

“Yang pasti tantangannya adalah bagaimana masyarakat merespon perubahan keuangan digital,” kata Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Nailul Huda akhir pekan kemarin

Menurut Huda, penerapan QRIS memerlukan waktu yang cukup lama terutama di kota-kota kecil. Hal ini mengingat tingkat literasi keuangan digital di Indonesia yang masih sangat rendah. Sehingga, dibutuhkan sosialisasi dan edukasi secara masif ke seluruh lapisan masyarakat.

Huda melihat penerapan QRIS juga masih terkendala konektivitas yang belum merata. Infrastruktur jaringan hingga saat ini masih terkonsentrasi di Jawa. Sedangkan daerah di luar Jawa masih banyak yang belum didukung oleh infrastruktur yang memadai.

“Selain itu infrastruktur keamanan juga patut diwaspadai sehingga tidak terjadi kejahatan digital,” ujar Huda.

Meski demikian, kehadiran sebuah kemajuan teknologi sudah sepatutnya mendapatkan apresiasi. Menurut Huda, munculnya QRIS tentu akan lebih memudahkan berbagai pihak yaitu penyedia layanan keuangan digital dan perbankan, merchant, konsumen, bahkan pemerintah daerah.

Kehadiran QRIS ini dianggap akan lebih efisien. Sebab, konsumen dan merchant tidak harus memiliki banyak tempelan QR Code di meja kasirnya. Bagi pemerintah, QRIS dapat membantu merekam transaksi penerimaan keuangan daerah seperti pembayaran pajak sehingga prosesnya lebih efisien.

Sementara itu, Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Pieter Abdullah menilai kehadiran QRIS akan meningkatkan kelancaran sistem pembayaran. Pada akhirnya, ini akan memberikan keuntungan bagi merchant maupun konsumen.

“Dengan sistem pembayaran yg lebih lancar maka akan mendorong efisiensi transaksi, mempercepat inklusi keuangan, memajukan UMKM, yang pada akhirnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata Piter.

QRIS sendiri bersifat inklusif untuk seluruh lapisan masyarakat dan dapat digunakan untuk transaksi pembayaran di domestik dan luar negeri. Dengan QRIS masyarakat dapat dengan mudah dan aman bertransaksi dalam satu genggaman ponsel.

Disisi lain QRIS yang merupakan standarisasi penggunaan QR Code akan menguntungkan pembeli dan penjual karena transaksi berlangsung efisien melalui satu kode QR yang dapat digunakan untuk semua aplikasi pembayaran pada ponsel.

“Dengan semua keuntungan yg ditawarkan diatas, saya yakin QRIS akan mendorong semakin berkembangnya ekonomi digital di Indonesia,” terang Piter.

Sebelumnya BI menyatakan, QRIS satu-satunya QR Code yang berlaku di Indonesia. Saat ini, penyelenggara jasa sistem pembayaran masih masa transisi persiapan. Salah satu dompet elektronik yang akan menerapkan QRIS ini adalah OVO.

Sejak pilot project dalam rangka persiapan peluncuran QRIS, OVO telah bekerjasama dengan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI)serta penyedia jasa layanan keuangan lain untuk melakukan uji coba implementasi QRIS.

“Kami percaya bahwa inisiatif ini akan membawa dampak positif bagi perkembangan ekonomi Indonesia, dengan menciptakan ekosistem pembayaran yang inklusif,” ujar Direktur OVO Harianto Gunawan.

Saat ini OVO dapat digunakan oleh 300 ribu merchant UMKM. Harianto berharap dengan QRIS perkembangan adopsi transaksi non tunai di sektor UMKM terus meningkat. Ini sesuai dengan tujuan OVO yaitu memperluas akses keuangan digital bagi seluruh masyarakat Indonesia.