Setiap Orang Perlu Kuasai Keterampilan Basic Life Support

JawaPos.com – Kejadian gawat darurat seperti serangan jantung dan tenggelam berpotensi terjadi di mana saja. Orang terdekat korban lah yang bisa menjadi penolong pertama.

Untuk itu, kertampilan basic life support (BLS) seharusnya dimiliki setiap orang. Pelatihan BLS kembali dihelat oleh sejumlah instansi pada Minggu (20/11).

Antara lain, Permit (Perhimpunan Masyarakat Pengusaha Tionghoa Indonesia) Jatim bersama tabloid Nyata (Jawa Pos Group), IDI (Ikatan Dokter Indonesia) Cabang Surabaya, Departemen Anestesiologi dan Reanimasi RSUD dr Soetomo/FK Unair Surabaya, Perdatin (Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesi dan Terapi Intensif Indonesia) Cabang Jatim, serta Perki (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiologi Indonesia) Cabang Surabaya.

BLS kali ini diikuti lebih dari 400 peserta dan melibatkan lebih banyak dokter sebagai instruktur. Menurut Prof Eddy Rahardjo SpAn KIC, waktu sangat berharga bagi korban gawat darurat.

”Belum tentu yang tidak bernapas itu meninggal,” jelasnya. Jika orang sekitarnya bisa menolong dengan BLS, korban dapat bernapas lagi.

Lima hingga sepuluh menit pertama saat pasien mulai tidak bernapas dan kehilangan denyut nadinya merupakan fase yang tepat dilakukan pertolongan BLS.

Namun, pertolongan tersebut harus dilakukan dengan tepat. BLS bisa dilakukan dengan memberikan pijat jantung dan napas buatan.

”Sebelumnya dipastikan kalau korban sudah tidak bernapas,” tutur dr Pesta Manurung SpAn. Untuk memastikannya, Pesta menyarankan agar penolong memeriksa kesadaran dengan memanggil nama.

Selanjutnya, penolong harus bisa merasakan ada tidaknya udara yang keluar lewat hidung. Yang terakhir, memeriksa denyut nadi. ”Denyut nadi bisa ditemukan di leher atau pergelangan tangan,” ucapnya.

Setelah benar-benar tidak ada napas yang keluar lewat hidung dan tak ditemukan denyut nadi, BLS bisa dilakukan. Pesta menuturkan, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan.

Pertama, membaringkan korban di tempat yang datar. Lalu, dilakukan pijat jantung. ”Pijat jantung dengan kuat. Tangan ditempatkan di tengah dada. Hitungannya 100 kali per menit,” ungkapnya.

BLS sebaiknya dilakukan beberapa orang. Dengan demikian, ketika lelah, penolong bisa digantikan oleh orang lain. ”Kalau sendirian, nanti penolong bisa jadi korban selanjutnya,” kelakar Pesta.

Selain itu, dalam BLS, diperlukan orang yang mengangkat kaki korban. Tujuannya, ada aliran darah ke otak. Selain itu, ada yang memanggil petugas medis dan mencarikan automatic external defibrillator (AED) atau alat kejut jantung.

Pijat jantung dihentikan ketika AED sudah terpasang. Namun, biasanya, di tempat umum, belum banyak yang menyediakan AED. Untuk itu, BLS dihentikan ketika petugas medis datang. (lyn/c20/git/sep/JPG)