Bisa Terjadi Kapan Saja Kematian Internet Bukan Isapan Jempol Belaka Siap Menghadapinya

Di zaman yang dikit-dikit online, kebutuhan sehari-hari bisa kita penuhi hanya dengan membuka gawai. Belanja bulanan, bayar listrik, isi pulsa, bayar air PDAM, sampai urusan kerja dan pendidikan, semua bisa dilakukan secara daring. Tanpa disadari, muncul ketergantungan manusia pada internet. Anggapan kalau internet sudah jadi kebutuhan primer kayaknya nggak berlebihan. Bukankah kita sering kelimpungan kalau paket data habis?

Saking bergantungnya kita dengan internet, apa jadinya kalau internet mati? Ini bukan mengada-ada, ya. Kematian internet itu nyata lo. Jangan anggap hal yang satu ini bakal ada selamanya karena teknologi buatan manusia pun ada batasnya. Bayangkan bila mendadak media sosial nggak bisa dibuka, Google nggak bisa diakses, online store gulung tikar, dan semua hal yang biasa dilakukan di internet tinggal kenangan saja.

Jangan ngomongin internet mati dulu deh, gangguan internet aja sudah bikin hidup kita berantakan. Kejadian hari ini, Selasa (25/10) adalah bukti bahwa hidup kita banyak terhambat gara-gara gangguan sebuah aplikasi. Yang gangguan baru WhatsApp, bagaimana kalau total?

Lantas, jika kematian internet bukan isapan jempol belaka, apa aja sih yang jadi penyebabnya?

Meski satelit mulai digunakan, sebagian besar koneksi internet masih memakai fiber-optik. Kalau kabelnya rusak, ya jaringan internetnya rusak juga
Ilustrasi fiber-optik | Credit: Wikimedia

Tahun 2021, kita sempat mengalami gangguan internet yang penyebabnya karena hal ini. Jadi, selain satelit, koneksi internet di seluruh dunia tersambung melalui kabel-kabel optik di bawah laut. Saat kabel ada yang putus, sudah pasti koneksi terganggu. Banyak hal yang bisa menyebabkan kabel optik ini putus. Pertama, kesalahan teknis seperti tersangkut jangkar kapal atau digigit binatang laut seperti ikan hiu. Kedua, lagi-lagi karena perang yang mungkin merusak infrastruktur tidak hanya di permukaan tanah, tapi juga bawah laut.

Pada tahun 2008, kecelakaan-kecelakaan kabel optik ini silih berganti mengganggu jaringan internet di seluruh dunia, terutama di Timur Tengah. Selama bulan Januari dan Februari 2008, gangguan itu menyebabkan 70% internet Mesir sampai 60% penggunaan internet di India turun. Bahkan, kabel antara Singapura dan Jakarta juga terputus pada akhir bulan Februari.

Penyelidikan besar-besaran dilakukan guna bisa merumuskan sistem pengamanan yang lebih baik, supaya peristiwa seperti ini tidak terjadi lagi. Ada indikasi kuat terjadi sabotase yang menyebabkan kabel-kabel yang banyak melintasi daerah konflik tersebut terputus. Wah, berarti kita harus siap-siap nih kalau kejadian kayak begini terulang lagi.

Ancaman solar flare bisa menyebabkan kematian internet, benar-benar pernah terjadi tahun 1998 lalu!
Solar flare bisa menyebabkan kematian internet| Credit: Wikimedia

Pernahkah mendengar tentang solar flare? Itu lo, ledakan-ledakan kecil di permukaan matahari. Biasanya, fenomena ini terjadi saat aktivitas matahari meningkat. Peristiwa tahun 1998 lalu menjadi contoh kalau kematian internet memang bisa terjadi. Diduga karena aktivitas solar flare, satelit-satelit terlempar dari posisi dan gagal beroperasi. Akibatnya 80% pager mati, website dan internet PC semuanya down.

Selain itu, solar flare juga bisa mengakibatkan badai geomagnetik di bumi. Badai geomagnetik terdahsyat terjadi di tahun 1859 yang berhasil mengacaukan komunikasi telegraf dan mengubah kerangka teknologi dunia sejak saat itu. Secara teoritis, aktivitas matahari ini memang bisa menghancurkan seluruh jaringan internet dengan mudah. Nah, meski jarak matahari dengan bumi sangat jauh, tapi efeknya tetap bisa terasa juga.

Perang digital alias cyberwarfare juga bisa menimbulkan kematian internet dengan cara mengirimkan virus-virus berbahaya
Cyberwarfare bisa bikin internet mati | Photo by Fort George G. Meade Public Affairs Office on Flickr

Seiring majunya teknologi komunikasi, muncul konflik baru yang dinamakan cyberwarfare (perang digital). Manusia disebut-sebut bisa berperang tanpa memakai senapan. Dengan virus-virus berbahaya seperti Strom Worms, Code Red, dan myDoom yang bisa menghancurkan jaringan komputer, perang bisa dilakukan.

Sistem internet negara lain adalah sasaran utamanya. Target biasanya adalah sistem militer yang menjadi tulang punggung keamanan. Selain itu, target empuk lain adalah korporasi yang menjadi tulang punggung urusan ekonomi. Kerugiannya jelas lebih besar daripada kehilangan pasukan di medan perang. Isu cyberwarfare sempat mencuat saat pemilihan Trump jadi presiden beberapa waktu lalu. Keterlibatan Vladimir Putin yang dituding meretas Partai Demokrat, disinyalir jadi penyebab kemenangan Trump. Kalau dugaan itu benar, maka Putin membuktikan kalau cyberwar yang bisa berujung kematian internet bukan hal yang mustahil, `kan?

Tahu ‘kan kalau pemerintah punya akses untuk mematikan internet? Sekarang sih cuma situs-situs dewasa saja. Siapa tahu di masa depan pemerintah ingin seluruh sistem internet dimatikan~
Pemerintah juga bisa menyebabkan kematian internet | Photo by Gerd Altmann on Pixabay

Jangan lupakan peranan pemerintah. Sejauh ini, di Indonesia, beberapa website sudah diblokir karena mengandung adegan dewasa ataupun konten provokatif. Artinya, pemerintah punya akses untuk mengendalikan aktivitas internet kita. Bukan nggak mungkin suatu saat nanti banyak pemerintahan dunia menilai internet hanya memberikan dampak negatif; merusak generasi muda dan membahayakan negara. Akhirnya mereka mungkin saja mengambil langkah ekstrem, seperti Kim Jong Un di Korea Utara yang hanya memperbolehkan warganya akses 8 website saja.

Itu bukan skenario gila. Buktinya hal tersebut pernah dilakukan oleh pemerintah Iran semasa kerusuhan tahun 2010. Selama 45 menit, internet dimatikan total. Pemerintah Indonesia juga punya rekam jejak pernah memblokir internet. Bulan akhir tahun 2019, saat terjadi kerusuhan Papua di Surabaya yang berujung kerusuhan di beberapa daerah, pemerintah Indonesia terbukti memblokir internet di Papua dan Papua Barat. Bahkan, vonis tersebut ditetapkan oleh pengadilan.

Dalam kondisi seperti itu mungkin hanya orang dengan kemampuan hacker tingkat tinggi yang tetap bisa akses internet secara sembunyi-sembunyi. Akan tetapi, rakyat biasa yang bisanya cuma buka Twitter, Instagram, dan Facebook seperti kita ini, bisa apa?

Ternyata ada organisasi yang mengontrol internet di seluruh dunia, 14 orang di antaranya adalah pemegang kunci utama. Kalau mereka mau menutup internet, kita cuma bisa pasrah aja 🥲
Kamu sedang membaca konten eksklusif

Dapatkan free access untuk pengguna baru!

Maaf, kamu tidak memiliki akses
Yuk langganan atau beli akses artikel ini untuk melanjutkan.

Mungkin banyak yang masih belum sadar kalau ada organisasi di belakang layar yang mengendalikan internet dunia. Bukan CIA, FBI, atau NSA, tapi organisasi bernamaInternet Corporation for Assigned Names and Numbers (ICANN). ICANN adalah organisasi nirlaba yang bertanggung jawab mengatur Domain Names System (DNS). Tanpa DNS, yang ada hanya IP Address. Jadi, untuk membuka laman ini, alih-alih mengetik ‘Hipwee.com’, kamu harus mengingat sederet angka. Bayangkan betapa ribetnya~

ICANN-lah yang bertugas mengatur dan memastikan tidak ada nama situs yang sama. Jadi, kalau tiba-tiba ICANN bubar dan sistem DNS rusak, mungkin kamu lebih suka nonton TV daripada harus mengingat-ingat sederetan angka demi bisa buka Facebook. Ada banyak rumor yang beredar soal ICANN, mulai dari otoritas menutup internet hingga 14 orang pembawa kunci yang bisa me-reset seluruh internet di dunia. Menurut penjelasan resminya sih, ICANN tidak bisa memblokir ataupun mengatur konten dalam internet. Tapi, siapa tahu?

Ini lo yang bikin kematian internet bisa terjadi | Illustration by Hipwee

Para petinggi Google punya pendapat berbeda. Eksistensi internet bisa hilang karena semua orang sudah menggunakannya. Kok bisa?
> “It will be part of your presence all the time,” ujar Schmidt, seperti yang dilansir dari Forbes.

Alasan yang satu ini lumayan menghibur. Salah seorang petinggi Google, Eric Schmidt mengatakan bahwa di masa depan internet akan lenyap. Tetapi, bukan lenyap dalam artian tak bisa dipakai, melainkan lenyap karena semua sudah pakai.

Sama seperti udara. Semua orang menggunakannya sehingga keberadaan udara sudah dianggap sebagai ‘keharusan’. Sudah jadi bagian dari hidup sehari-hari, sudah terlalu biasa, jadi tidak perlu diperhatikan lagi. Nah, itulah yang diramalkan oleh Schmidt. Apakah ramalannya akan sungguhan terjadi? Kita lihat saja nanti.

Di era internet of things seperti ini, akses manusia kepada internet tak terbatas. Jaringan internet digunakan sebagai salah satu ukuran utama perkembangan sebuah daerah. Makanya, kawasan pelosok dan terpencil mulai berlomba-lomba jadi modern lewat pertumbuhan internet.

Keterhubungan global ini memang sebuah perkembangan positif dalam banyak aspek, tapi hal tersebut juga bisa membuat dunia rentan. Jika ada serangan hackeratau virus, semua yang terhubung itu bakal rusak. Jadi, selain memikirkan apalagi yang bisa dibuat online,sama pentingnya untuk mempersiapkan jika sewaktu-waktu kita harus kembali lagi hidupoffline. Pasalnya, kematian internet itu sangat mungkin terjadi. Lalu, apa yang bakal kita lakukan?