Funding Dan Landing Pada Bank Syariah

MANAJEMEN PENGHIMPUNAN DANA “ FUNDING” DAN PENYALURAN DANA “LENDING” PADA BANK SYARIAH Dosen Pengampu : Ahmad Miftahul F,S.Pt.MM. Mustofa Ariful Y. : 26.10.5.1.035 FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA Menurut pasal 1 undang-undang No. 4 Tahun 2003 tentang Perbankan, Bank adalah Bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatan tidak memberikan jasa dalam lalulintas pembayaran.Sedangkan menurut pasal 1 undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Bank didefinisikan sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.Dengan demikian jelas dinyatakan dalam kedua pasal di atas bahwa bank adalah lembaga keuangan yang menjalankan kegiatan usahanya baik secara syariah maupun konvensional dalam fungsinya sebagai intermediasi antara masyarakat yang memiliki dana lebih (deposan) dengan masyarakat yang membutuhkan dana (kreditur). Perkembangan dan pertumbuhan dunia perbankan akan sangat di pengaruhi oleh kemampuannya dalam menghimpun dana masyarakat, baik bersekala kecil maupun besa dengan masa pengendapan yang memadai. Sebagai lembaga keuangan, masalah bank yang paling utama adalah dana. Tanpa dana yang cukup, bank tidak dapat berfungsi sama sekali. Sebagai sebuah lembaga keuangan, perbankan Islam juga melakukan kegiatan penghimpunan danaagar dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Penghimpunan dana di bank Islam dapat berbentuk giro, tabungan dan deposito dengan menggunakan prinsip wadi’ahdan mudharabah sebagai prinsip operasional Islam yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat. Dalam makalah ini nantinya akan dibahas adalah mengenai : 1. Apa yang dimaksud dengan penghimpunan dana (funding ) dan penyaluran dana ( landing ) 2. Macam-macam akad yg digunakan untuk menghimpun dan menyalurkan dana. 3. Dasar hokum akad-akad yang digunakan untuk menghimpun dan menyalurkan dana . 4. Produk perbankan syariah pada setiap akad penghimpunan dan penyaluran dana. 5. Strategi dan sasaran penghimpunanan dan penyaluran dana 6. Upaya-upaya yang dilakukan demi kelancaran dana baik dibagian funding maupun landing. A. Manajemen keuangan penghimpnan dana “Funding” Funding atau penghimpunan dana adalah suatu kegiatan usaha yang dilakukan bank untuk mencari dana kepada pihak deposan yang nantinya akan disalurkan kepada pihak kreditur dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai intermediasi antara pihak deposn dengan pihak kreditur. Prinsip yang digunakan ada dua bergantung dari jenis banknya yaitu Bank Konvensional dan Bank Syariah dengan prinsip konvensional dan dengan prinsip syariah. Dalam Bank Syariah, klasifikasi penghimpunan dana yang utama tidak didasarkan atas nama produk melainkan atas prinsip yang digunakan. Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional prinsip penghimpunan dana yang digunakan dalam bank syariah ada dua yaitu prinsip wadiah dan prinsip mudharabah. 2. Macam-macam akad yang digunakan dalam penghimpunan dana Penghimpunan dana di bank syari’ah dapat berbentuk giro, tabungan dan deposito. Prinsip operasional syari’ah yang diterapkan dalam pennghimpunan dana masyarakat adalah prinsip wadiah dan mudharabah. Wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu ataupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki. Prinsip wadiah yang diterapkan adalah wadiah yad dhaman yang diterapkan pada produk rekening giro. Wadiah dhaman berbeda dengan wadiah amanah. Dalam wadiah amanah, pada prinsipnya harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititip. Sedangkan dalam hal wadiah dhamanah, pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut. Dengan demikian akad wadiah ini mengandung unsur amanah, kepercayaan (trusty). Tabungan wadiah merupakan tabungan yang dijalankan berdasarkan akad wadiah, yakni titipan murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat sesuai dengan kehendak pemiliknya. Terkait dengan produk tabungan wadiah, Bank Syariah menggunakan akad wadiah yad adh-dhamanah. Dalam hal ini, nasabah bertindak sebagai penitip yang memberikan hak kepada Bank Syariah untuk menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang titipannya, sedangkan Bank Syariah bertindak sebagai pihak yang dititipi dana atau barang yang disertai hak untuk menggunakan atau memanfaatkan dana atau barang tersebut. Sebagai konsekuensinya, bank bertanggung jawab terhadap keutuhan harta titipan tersebut serta mengembalikannya kapan saja pemiliknya (nasabah) menghendaki. Di sisi lain, bank juga berhak sepenuhnya atas keuntungan dari hasil pemanfaatan harta titipan tersebut. Secara umum, yang dimaksud dengan giro adalah cek, bilyet giro, sarana perintah bayar lainnya, atau dengan pemindah bukuan. Adapun yang dimaksud dengan giro syariah adalah giro yang dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dalam hal ini, Dewan Syariah Nasional telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa giro yang benar secara syariah adalah giro yang dijalankan berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.1) Wadiah yad al-Amanah: safe deposit box, rahn Wadi’ah yad al-amanah atau titipan murni, dimana pihak yang dititipi/bank/ mustawda’ tidak boleh memanfaatkan barang yang dititipkan dan sebagai imbalan atas pemeliharaan barang tersebut, pihak yang menerima titipan/bank dapat meminta biaya penitipan 2) Wadiah yad adh-Dhamanah: giro wadiah Wadi’ah yad adh-dhamanah atau titipan yang mengandung pengertian bahwa penerima titipan diperbolehkan memanfaatkan dan berhak mendapat keuntungan dari barang titipan tersebut dengan syarat tidak diperjanjikan sebelumnya, dan penerima titipan harus bertanggung jawab atas barang titipan apabila terjadi kerusakan. Menurut IAI (2002: 59.2), “Mudharabah adalah akad kerjasama antara shahibul maal (pemilik dana) dan mudharib (pengelola dana) untuk mencari keuntungan dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan di muka.” Menurut Abdullah Saeed (2004: 77), “Mudharabah adalah kontrak antara dua pihak dimana satu pihak yang disebut rab al-mal (investor) mempercayakan uangnya kepada pihak kedua, yang disebut mudharib. Berdasarkan kewanangan yang diberikan pihak penyimpan dana, prinsip mudharabah terbagi menjadi tiga, yaitu : 1. Mudharabah Mutlaqah (Unrestricted Investment Account) Dalam mudharabah mutlaqah tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan data yang dihimpun. Nasabah tidak memberikan persyaratan apapun kepada bank, ke bisnis apa dana yang disimpannya itu hendak disalurkan, atau menetapkan penggunaan akad-akad tertentu, ataupun mensyaratkan dananya diperuntukkan bagi nasabah tertentu. Jadi bank memiliki kebebaran penuh untuk menyalurkan dana URIA ini ke bisnis manapun yang diperkirakan menguntungkan. Dari penetapan mudharabah mutlaqah ini dikembangkan produk tabungan dan deposito, sehingga terdapat dua jenis penghimpun dana yaitu : Yang dimaksud dengan tabungan mudharabah adalah tabungan yang dijalankan berdasarkan akad mudharabah. Mudharabah sendiri mempunyai dua bentuk, yakni mudharabah mutalaqah dan mudharabah muqayyadah, perbedaan yang mendasar diantara keduanya terletak pada ada atau tidaknya persyaratan yang diberikan pemilik harta kepada pihak bank dalam mengelola hartanya Yang juga termasuk produk bank dalam bidang penghimpunan dana (founding) adalah deposito. Berdasarkan undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan, yang dimaksud dengan deposito berjangka adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu-waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan bank yang bersangkutan. 2. Mudharabah Muqayyadah on Balance Sheet (Restricted Investment Account) Jenis mudharabah ini merupakan simpanan khusus (restricted investment) dimana pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank. Misalnya disyaratkan digunakan untuk bisnis tertentu, atau disyaratkan digunakan dengan akad tertentu, atau disyaratkan digunakan untuk nasabah tertentu. 3. Mudharabah Muqayyadah off Balance Sheet Jenis mudharabah ini meruapakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya, dimana bank bertindah sebagai perantara (arrange) yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank dalam mencari kegiatan usaha yang akan dibiayai dan pelaksanaan usahanya. Ø Fatwa dewan syariah nasional No 01/DSN-MUI/VI/2000 tentang giro. Ø Firman allah Qs. An-nisa 29. “hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perbiagaan yang berlaku dengan sukarela di antaramu”. “ abu hurairah meriwayatkan bahwa rasulullah SAW bersabda, sampaikanlah/ tunaikanlah amanat kepada yang berhak menerimanya dan jangan membalas khianat kepada orang yang telah menghianatimu”. bahwa telah terjadi ijmak dari para ulama terhadap legitimasi wadiah, mengingat kebutuhan manusia mengenai hal ini sudah jelas terlihat. Ø Firman Allah Qs. an-nisa 29. “hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perbiagaan yang berlaku dengan sukarela di antaramu”. Ø Fatwa dewan syariah nasional no 02/DSN-MUI/IV/2000 TENTANG TABUNGAN. “abbas bin abdul muthalib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharibnya agar tidak mengarungi mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyartan di langgar, ia (mudharib) harusmenanggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan oleh abbas itu di dengar rasulullah, beliau membenarkanya” HR. Tabrani dari ibnu abbas Ø Ijma’ diriwayatkan, sejumlah sahabat menyerahkan (kepada orang, mudharib) harta anak yatim sebagai mudharabah dan tidak ada seorangpun mengingkari mereka. Karenanya halitu dipandang sebagai ijma”. Ø Qiyas, transaksi mudharabah di qiyaskan sebagai transaksi musyaqoh Ø Kaidah fiqh “ pada dasarnya semua bentukmuamalah boleh kecuali ada dalil yang mengharamkanya”. A.Manajemen keuangan penyaluaran dana “lending” Adalah Dana yang terdapat di bank dapat disalurkan kembali oleh bank kepada masyarakat. 2. Akad beserta dasar hukum yang di gunakan dalam penyaluran dana,antara lain ; A. Prinsip Titipan atau Simpanan (Depository) Ø Al-wadi’ah Wadi’ah merupakan simpanan (deposit) barang atau dana kepada pihak lain yang bukan pemiliknya untuk tujuan keamanan. Wadi’ah adalah akad penitipan dari pihak yang mempunyai uang/barang kepada pihak yang menerima titipan dengan catatan kapanpun titipan diambil pihak penerima titipan wajib menyerahkan kembali uang/barang titipan tsb dan yang dititipi menjadi penjamin pengembalian barang titipan. Dasar hukum 1. QS. An-Nisaa: 58) 2. Abu Hurairah meriwayatkan bhw Rasulullah SAW bersabda: “Tunaikanlah amanat kepada yang berhak menerimanya dan jangan membalas khianat kepada orang yang telah mengkhianatimu” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Hakim). B. Prinsip Bagi Hasil (Profit-Sharing) ØAl-musyarakah (partnership, project financing participation) Al-Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana atau amal (expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama. Dasar hukum 1. “…maka mereka berserikat pada sepertiga…” (QS. An-Nisa: 12) 2. Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman, ‘Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak mengkhianati lainnya” (HR. Abu Dawud dan Hakim). ØAl-mudharabah (trust financing, trust investment) Mudharabah berasal dari kata dharb yang berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha. Secara teknis al-mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul mal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tsb. Dasar hukum 1. “…dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari mencari sebagian karunia Allah SWT…” (QS. Al-Muzammil: 20). 2. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdil Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang bersangkutan bertanggung jawab atas pada dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah SAW dan Rasulullah pun membolehkannya”. (HR. Thabrani). Jenis-jenis mudharabah a. Mudharabah Muthlaqah: adalah bentuk kerjasama antara shahibul mal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Dalam pembahasan fiqih ulama salafus saleh seringkali dicontohkan dengan ungkapan if’al ma syi’ta (lakukanlah sesukamu) dari shahibul mal ke mudharib yang memberi kekuasaan sangat besar. b. Mudharabah Muqayyadah: adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Si mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum si shahibul mal dalam memasuki jenis dunia usaha. ØAl-muzara’ah (harvest-yield profit sharing) Al-Muzara’ah adalah kerjasama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (presentase) hasil panen. Al-Muzara’ah seringkali diidentikan dengan mukhabarah. Diantara keduanya terdapat sedikit perbedaan sebagai berikut. Muzara’ah: benih dari pemilik lahan, sedangkan mukhabarah: benih dari penggarap. Dasar hukum 1. Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah SAW pernah memberikan tanah Khaibar kepada penduduknya (waktu itu mereka masih Yahudi) untuk digarap dengan imbalan pembagian hasil buah-buahan dan tanaman. B. Prinsip Jual-Beli (Sale and Purchase) ØBai’ al-murabahah (deferred payment sale) A. Bai’ al-murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam bai’ al-murabahah, penjual harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Dasar hukum 1. “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al-Baqarah: 275) 2. Dari Suhaib ar-Rumi ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah bukan untuk dijual”. (HR. Ibnu Majah). ØBai’ as-salam (in front payment sale) Dalam pengertian yang sederhana, bai’ as-salam berarti pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Dasar hukum 1. “Hai orang-orang yang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan hendaklah kamu menuliskannya…” (QS. Al-Baqarah: 282). Dalam kaitan ayat tersebut Ibnu Abbas menjelaskan keterkaitan ayat tersebut dengan transaksi bai’ as-salam. Hal ini tampak jelas dari ungkapan beliau, “Saya bersaksi bahwa salaf (salam) yang dijamin untuk jangka waktu tertentu telah dihalalkan oleh Allah pada Kitab-Nya dan diizinkan-Nya”, ia lalu membaca ayat tersebut. 2. Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW datang ke Madinah dimana penduduknya melakukan salam dalam buah-buahan untuk jangka waktu satu, dua, dan tiga tahun. Beliau berkata: “Barangsiapa yang melakukan salaf (salam) hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula untuk jangka waktu yang diketahui” ØBai’ al-istishna’ (purchase by order or manufacture) Bai’ al-istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli) dan penjual/Shani’. Shani akan menyiapkan barang yang dipesan sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati dimana ia dapat menyiapkan sendiri atau melalui pihak lain. Kedua belah pihak bersepakat atas harga serta sistem pembayaran, apakah pembayaran dilakukan di muka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai suatu waktu pada masa yang akan datang. Menurut jumhur fuqaha, bai’ al-istishna’ merupakan suatu jenis khusus dari akad bai’ as-salam. Biasanya jenis ini dipergunakan di bidang manufaktur. Dengan demikian, ketentuan bai’ al-istishna’ mengikuti ketentuan dan aturan akad bai’ as-salam. Dasar hukum Mengingat bai’ al-istishna’ merupakan lanjutan dari bai’ as-salam maka secara umum landasan syariah yang berlaku pada bai’ as-salam juga berlaku pada bai’ al-istishna’. Al-Istishna’ Paralel: Dalam al-istishna’ paralel, penjual membuat akad al-istishna’ dengan subkontraktor untuk membantunya memenuhi kewajiban akad al-istishna’ pertama (antara penjual dan pemesan). Pihak yang bertanggung jawab pada pemesan tetap terletak pada penjual tidak dapat dialihkan pada subkontraktor karena akad terjadi antara penjual dan pemesan bukan pemesan denga subkontraktor. Sehingga penjual tetap bertanggung jawab atas hasil kerja subkontraktor. C. Prinsip Sewa (Operational Lease and Financial Lease) Ø Al-ijarah (operational lease) Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Dasar hukuim 1. “Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Baqarah: 233). Yang menjadi dalil dari ayattersebut adalah ungkapan “apabila kamu memberikan pembayaran yang patut”. Ungkapan tersebut menunjukkan adanya jasa yang diberikan berkat kewajiban membayar upah secara patut. Dalam hal ini termasuk di dalamnya jasa penyewaan atau leasing. 2. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu”, (HR. Bukhari dan Muslim). Ø Al-ijarah al-muntahia bi at-tamlik (financial lease with purchase option) Adalah sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa. D. Prinsip Jasa (Fee-Based Services) Ø Al-wakalah (deputyship) • Pengertian: Al-Wakalah berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat. Akad al-wakalah adalah akad pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Agen (wakil) boleh menerima komisi dan boleh juga tidak menerima komisi. Tetapi bila ada komisi atau upah maka adaknya seperti akad ijarah/sewa menyewa. Wakalah dengan imbalan disebut dengan wakalah bil ujrah, bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak. • Landasan Syariah: 1. “Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir). Sesungguhnya akau adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengalaman”. Dalam konteks ayat ini, Nabi Yusuf as siap untuk menjadi wakil dan pengemban amanah menjaga gudang uang negeri Mesir. 2. “Bahwasanya Rasulullah SAW mewakilkan kepada Abu Rafi’dan seorang Anshar untuk mewakilinya mengawini Maimunah binti al-harits”. (Malik dalam kitab al-Muwaththa) 3. Ijma para ulama yang bersepakat atas dibolehkannya wakalah. Ø Al-kafalah (guaranty) • Pengertian: Kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Akad kafalah secara teknis berupa perjanjian bahwa seseorang memberikan penjaminan kepada seorang kreditor yang memberikan utang kepada seorang debitor, yaitu menjamin bahwa utang debitor akan dilunasi oleh penjamin apabila debitor tidak membayar utangnya. Contoh akad kafalah garansi bank dsb. • Landasan Syariah: 1. “Penyeru-penyeru itu berseru, ‘Kami kehilangan piala raja dan barangsiapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh makanan (seberat) beban unta dan aku menjamin terhadapnya.” (QS. Yusuf: 72). Kta za’im yang berarti penjamin dalam surat Yusuf tsb adalah gharim, orang yang bertanggung jawab atas pembayaran. 2. Telah dihadapkan kepada Rasulullah SAW mayat seorang laki-laki utk dishalatkan…Rasulullah SAW bertanya: “Apakah dia mempunyai hutang? Sahabat menjawab: “ya sejumlah tiga dinar…Abu Qatadah lalu berkata: “Saya menjamin utangnya ya Rasulullah…” (HR. Bukhari) Ø Al-hawalah (transfer service) • Pengertian: Adalah pengalihan hutang dari orang yang berhutang ke pada orang lain yang wajib menanggungnya. Dalam istilah para ulama, hal ini merupakan pemindahan beban hutang dari muhil (orang yang berhutang) menjadi tanggungan muhal ‘alaih atau orang yang berkewajiban membayar hutang. • Landasan Syariah: 1. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah suatu kedzaliman. Dan jika salah seorang dari kamu diikutkan (dihawalahkan) kepada orang yang mampu/kaya terimalah hawalah itu”. 2. Ijma ulama bahwa hawalah dibolehkan. 3. Bill discounting. Secara prinsip bill discounting serupa dengan hawalah, hanya saja dalam bill discounting nasabah hrs membayar fee. Ø Ar-rahn (mortage) • Pengertian: Ar-Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Sedangkan barang gadaian dalam dunia finansial disebut collateral. • Landasan Syariah: 1. “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang).. (QS. Al-Baqarah: 283) 2. “Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW membeli makanan dari seorang Yahudi dan menjaminkan kepadanya baju besi. (HR. Bukhari dan Muslim) Ø Al-qardh (soft and benevolent loan) • Pengertian: Adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. • Landasan Syariah: 1. “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik. Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya dan dia akan memperoleh pahala yang banyak” (QS. Al-Hadid: 11) 2. Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda: “Tidaklah seorang muslim (mereka) yang meminjamkan muslim lainnya dua kali kecuali yang satunya adalah senilai sedekah (HR. Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Baihaqi). 3. Strategi dan sasaran penyaluran dana Yang pertama, seorang marketing melakukan segmentasi pasar atas produk yang dijual. Segmentasi pasar pada intinya membagi potensi pasar menjadi bagian-bagian tertentu, bisa berdasar: pembagian demografis, berdasarkan kelas ekonomi dan pendidikan, ataupun berdasar gaya hidup (psikografi). Untuk bank syariah, dapat dilakukan segmentasi atau mengenali potensi-potensi nasabah yang akan diprospek. Dari sisi demografis, calon nasabah bank syariah bisa dibagi menjadi 2 kategori yakni calon nasabah muslim dan non-muslim. Dari sisi psikografi, marketing funding dapat masuk ke institusi/organisasi muslim/syariah minded untuk memperoleh awareness yang kuat dalam memasarkan produk-produk perbankan syariah. Setelah segmentasi atas produk telah ditetapkan, maka langkah berikutnya adalah melakukan targeting atau membidik target market yang telah dipilih dalam analisa segmentasi pasar. Mengenali potensi nasabah dan keinginan nasabah secara tepat dapat memberikan added value agar produk-produk perbankan syariah dapat diterima. Setelah targeting, langkah berikutnya adalah melakukan positioning produk. Langkah ini artinya menciptakan keunikan posisi produk dalam benak atau persepsi nasabah prospek yang akan dibidik. Produk-produk perbankan syariah memiliki keunikan sendiri untuk dapat dijual dan diterima oleh masyarakat, salah satunya proses “bagi hasil” ketika calon nasabah menempatkan dana nya di perbankan syariah. Proses edukasi secara kontinyu kepada calon nasabah mengenai skema akan produk perbankan syariah menjadikan sosok marketing menjadi juru dakwah selain berprofesi sebagai karyawan. 4. Penanganan nasbah bermasalah 1. Stay Strategy adalah strategi saat Bank masih ingin mempertahankan hubungan bisnis dengan nasabah dalam konteks waktu jangka panjang. a. Penagihan intensif b. Rescheduling Memperpanjang jangka waktu pembiayaanü Dalam hal ini si debitur diberikan keringanan dalam masalah jangka waktu pemiayaan misalnya perpanjangan jangka waktu pembiayaan dari 6 bulan menjadi satu tahun sehingga si debitur mempunyai waktu yang lebih lama untuk mengembalikannya. c. Reconditioning Dengan cara mengubah berbagai persyaratan yang ada seperti; Penundaan pembayaran marjin sampai waktu tertentu. Dalam hal penundaan pembayaran marjin sampai waktu tertentu, maksudnya hanya marjin yang dapat ditunda apembayarannya, sedangkan pokok pinjamannya tetap harus dibayar seperti biasa. Penurunan marjin. Penurunan marjin dimaksudkan agar lebih meringankan beban nasabah.. Pembebasan marjin. Dalam pembebasan marjin diberikan kepada nasabah dengan pertimbangan nasabah sudah akan mampu lagi membayar pembiayaan tersebut. Akan tetapi nasabah tetap mempunyai kewajiban untuk membayar pokok pinjamannya sampai lunas. d. Restructuring Dengan menambah jumlah pembiayaan Dengan menambah equityü 2. Phase out Strategy adalah strategi saat pada prinsipnya Bank tidak ingin melanjutkan hubungan bisnis lagi dengan nasabah yang bersangkutan dalam konteks waktu yang panjang,kecuali bila ada faktor-faktor lain yang sangat mendukung kemungkinan adanya perbaikan kondisi nasabah. a. BASYARNAS (Badan Arbitrase Syariah Nasional), penyelesaian tersebut dilakukan melalui keadaan setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. b. Pengadilan, dapat berupa: (i) Eksekusi Hak Tanggungan (HT) atas agunan; (ii) Eksekusi agunan yang diikat secara Fidusia yang didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF); Melakukan gugatan terhadap aset-aset lainnya milik nasabah; baik yang berlokasi di dalam maupun di luar negeri; (iv) Pelaporan pidana terhadap nasabah,dsbg Diposting oleh BUMI PATRA INDONESIA di07.28