Negaranegara Yang Tidak Berwujud

Sumber gambar, Malou Sinding I Flickr

Ada sebuah rahasia di dunia tentang negara-negara merdeka yang tersembunyi, dengan populasi mereka sendiri, pemerintahan, dan liga sepak bola. Faktanya, Anda hampir dipastikan pernah mengunjungi salah satu diantaranya tanpa Anda sadari.

Ketika saya pertama kali bertemu Nick Middleton, dia dikelilingi oleh bola dunia dan atlas yang menunjukkan tempat paling eksotis di planet ini.

Kami berada di ruang bawah tanah di Stanfords, toko buku perjalanan terbesar di London, yang pernah dikunjungi oleh para penjelajah pemberani seperti Florence Nightingale, Ernest Shackleton dan Ranulph Fiennes.

Tetapi, Middleton, berada di sini untuk berbicara mengenai negara-negara yang hilang dari sebagian besar buku-buku dan peta yang dijual di sini. Dia menyebutnya sebagai “negara-negara yang tidak berwujud”, tetapi meski nama mereka tampak ajaib – Atlantium, Christiania, dan Elgaland-Vargaland – semua itu adalah tempat yang nyata, dihuni oleh penduduk.

Faktanya, Anda hampir dipastikan, secara tanpa disadari, mungkin pernah mengunjungi salah satunya.

Bola dunia, ternyata, penuh dengan wilayah yang kecil (dan tidak terlalu kecil) yang memiliki seluruh simbol sebuah negara – penduduk tetap, sebuah pemerintahan, bendera dan mata uang. Beberapa bahkan dapat menerbitkan sebuah paspor biometrik untuk Anda.

Namun, berbagai alasan membuat mereka tidak diizinkan memiliki perwakilan di PBB, dan diabaikan oleh hampir sebagian besar peta dunia.

Middleton, seorang ahli bumi dari Universitas Oxford, telah memetakan tanah-tanah tersembunyi ini dalam buku terbarunya, Sebuah Atlas Negara-Negara yang tidak berwujud (Macmillan, 201 5).

Membuka halaman-halamannya, rasanya seperti Anda memasuki dunia paralel dengan sebuah getaran, sejarah yang terlupakan dan sebuah budaya yang kaya. Dunia paralel ini telah memilliki liga sepakbola internasional sendiri.

Sumber gambar, Raymond Brooke I Flickr I CC BYSA 2.0

Keterangan gambar, Christiania merupakan negara yang berada dalam sebuah kota.

Pencarian Middleton dimulai, secara tepat, dengan Narnia. Dia membaca The Lion, The Witch and The Wardrobe karya CS Lewis dengan anak perempuannya yang berusia enam tahun, dan Lucy sang karakter utama melewati kapur barus dan mantel berbulu ke dalam sebuah tanah ajaib. Suatu permohonan yang aneh bagi Middleton.

Sebagai seorang pakar Geografi, dia menyadari bawah Anda tidak perlu mengunakan sihir untuk mengunjungi sebuah negara “yang tidak berwujud” di mata sebagian besar negara lain.

Bagaimanapun juga, dia tidak memperkirakan negara itu begitu luas. “Setelah saya mulai mencari mereka, saya sangat takjub dengan begitu banyak jumlah mereka,” kata dia. ”Saya dapat membuat buku beberapa kali”.

Masalahnya, kata dia, adalah kita tidak punya definisi yang ketat mengenai apa sebuah negara itu. “Sebagai seorang ahli geografi, ini sesuatu yang mengejutkan,” kata dia. Sejumlah negara disebutkan dalam sebuah pakta yang ditandatangani pada 1933 lalu, dalam Konferensi Internasional Negara-Negara Amerika di Montevideo, Uruguay.

“Konvensi Montevideo” menyatakan untuk menjadi sebuah negara, sebuah wilayah butuh beberapa keistimewaan: sebuah definisi wilayah, sebuah populasi tetap, sebuah pemerintahan dan “kemampuan untuk menjalin hubungan dengan negara lain”.

Namun, banyak negara yang memenuhi kriteria ini bukan merupakan anggota PBB (secara umum diterima sebagai bagian dari sebuah negara). Menilik yang terjadi pada Taiwan – yang mendapatkan kursi dalam Sidang umum PBB sampai 1971, sampai Cina masuk dan mengambil posisi itu.

Bahkan Inggris Raya merupakan kasus yang sedikit aneh, kata Middleton. Dalam UU kami, England, Skotlandia, Wales, dan Irlandia Utara dianggap sebagai sebuah individu negara. Kami memiliki tim olahraga dan berkompetisi melawan satu sama lain – tetapi kami hanya berbagi satu kursi di PBB. ”Jadi apakah England sebuah negara? Tentu bukan dengan kriteria ini, kata Middleton. (Sejumlah pertanyaan juga menghinggapi kepala dengan referendum yang dilakukan Skotlandia beberapa waktu lalu)

Akhirnya, England dan Skotlandia tidak dicantumkan dalam Atlasnya. Untuk mengisi daftar singkat yang tengah disusunnya, Middleton fokus terhadap negara-negara yang memenuhi kriteria konvensi Montevideo, yaitu yang memiliki wilayah tetap, populasi, dan pemerintah, tetapi yang tidak memiliki perwakilan di Majelis Umum. (Walaupun banyak dari mereka malah menjadi anggota “Tidak mewakili PBB – sebuah badan alternatif untuk memperjuangkan).

Sumber gambar, Adam Proctor

Sejumlah nama akan dikenali orang-orang yang membaca koran: wilayah seperti Taiwan, Tibet, Greenland, dan Northern Cyprus. Yang lainnya kurang begitu terkenal, tetapi mereka bukan berarti kurang serius; Middleton membahas banyak contoh populasi adat berharap untuk menegaskan kembali kedaulatan mereka.

Salah satu dari sejarah yang meresahkan, kata dia, menyangkut Republik Lakotah (dengan populasi 100,000). Terletak di tengah Amerika Serikat ( bagian timur Pengunungan Rocky), republik ini merupakan upaya untuk merebut kembali Bukit Hitam yang merupakan tempat suci bagi suku Indian Sioux Lakota.

Hakim AS menyimpulkan bahwa “deretan kasus kesepakatan yang tidak jujur mungkin tidak dapat ditemukan dalam sejarah kita”

Kondisi buruk mereka dimulai pada abad ke 18, dan pada 1868 mereka akhirnya menandatangi sebuah kesepakatan dengan pemerintah AS yang menjanjikan hak untuk hidup di Bukit Hitam.

Sayangnya, mereka tidak terhitung menikmati keuntungan dari emas -dan pemerintah dengan cepat melupakan kesepakatan menyusul serbuan para pemburu emas ke tanah suci itu.

Lakota tampaknya harus menunggu lebih lama dari satu abad untuk mendapatkan permintaan maaf, ketika, pada 1998, seorang hakim di Mahkamah Agung menyimpulkan bahwa “Kasus yang lebih matang dan deretan kasus kesepakatan yang tidak jujur mungkin tidak akan ditemukan dalam sejarah negara kita”.

Pengadilan memutuskan untuk memberikan kompensasi bagi suku Indian Sioux di Lakota ( hampir mencapai Rp8,1 trillun) tetapi mereka menolak untuk menerima uang tersebut.”Mereka mengatakan jika kami mengambil uang itu, akan membenarkan kejahatan tersebut,” kata Middleton.

Malahan, pada 2007 perwakilan mereka menuju ke Washington untuk mengumumkan penarikan diri mereka dari AS, dan mereka melanjutkan perlawanan hukum untuk kemerdekaannya.

Sumber gambar, Adam Proctor

Perjuangan yang serupa juga terjadi di sejumlah benua. Ada Barotseland, sebuah kerajaan di Afrika dengan populasi 3,5 juta yang tengah bergulat untuk memisahkan diri dari Zambia, dan Ogoniland, yang berupaya untuk melepaskan diri dari Nigeria; keduanya menyatakan kemerdekaan pada 2012.

Di Australia, sementara itu, Republik Murrawarri didirikan pada 2013, setelah suku adat menulis surat kepada Ratu Elizabeth II untuk meminta persetujuannya untuk dapat memerintah wilayah mereka. Suku Murrawarri memberikan waktu 30 hari kepada Ratu untuk membalas permohonan itu – dan karena tidak ada jawaban, mereka kemudian secara resmi menegaskan kembali klaim untuk memerintah wilayah kuno mereka.

Tidak semua negara-negara digambarkan dalam buku Middleton memiliki akar sejarah yang mendalam – seringkali, negara itu didirikan oleh individu eksentrik yang berharap untuk membangun sebuah negara yang adil.

Middleton menunjuk Hutt River, di Australia, sebuah “kerajaan” kecil yang didirikan oleh sebuah keluarga petani yang berharap untuk menghindar dari kuota biji gandum yang ketat; mereka kemudian membuat gelar kerajaan sendiri, mata uang dan layanan pos.

“Mereka punya bisnis perangko yang maju,” kata Middleton (meskipun awalnya, surat-surat harus dilayangkan melalui Kanada). Setelah beberapa dekade berjuang, pemerintah menyerah dan keluarga itu tak perlu membayar pajak Australia.

Sumber gambar, Adam Proctor

Di Eropa, Anda dapat menemukan Forvik, sebuah Pulau Shetland yang berukuran kecil didirikan oleh orang Inggris (dari Kent) untuk mempromosikan tranparansi pemerintahan, Sealand, yang berada di pesisir Inggris, dan Christiania, sebuah daerah di jantung Copenhagen.

Negara ini didirikan oleh sebuah kelompok yang secara liar menghuni sebuah bekas barak tentara pada 1971. Pada 26 September tahun yang sama, mereka mendeklarasikan kemerdekaannya, dengan “demokrasi langsung”, ala mereka di mana setiap penduduk (saat ini 850 orang) dapat memberikan suara dalam setiap masalah yang penting.

Sejauh ini, pemerintah Denmark tidak memandang aktivitas mereka; merokok ganja, sebagai contoh, adalah legal di Christiania, tetapi melanggar hukum Denmark (meskipun ‘pemerintah’ Christiania juga telah memutuskan untuk melarang narkoba yang lain).

Meskipun ini merupakan contoh yang eksentrik, Middleton tidak mempertimbangkan upaya untuk mendirikan negara sendiri. “Setelah menjaring begitu banyak cerita yang serius mengenai kerinduan dan penindasan, saya pikir tidak pantas kita menganggapnya terlalu ringan,” kata dia. “Untuk banyak orang itu merupakan urusan hidup dan mati.”

Dia menduga walaupun upaya mereka, hanya sangat sedikit akan mendapatkan pengakuan secara luas. “Jika saya harus mendukung, maka akan mendukung Greenland,” kata dia – wilayah otonom di Denmark yang telah memiliki peraturan sendiri, seringkali dipertimbangkan sebagai langkah pertama untuk mendapatkan pengakuan resmi.

Sumber gambar, Adam Proctor

Tetapi mengingat kesulitan kita untuk mendefinisikan apa sebuah negara itu, mungkin kita semuanya butuh untuk memikirkan kembali konsep sebuah bangsa-negara? Dia menunjuk ke Antarctika, sebuah benua yang secara damai dibagi diantara komunitas internasional, sebagai sebuah sinyal bahwa kita tidak perlu mengiris daratan seperti halnya sebuah pizza.

Mungkin itu hanya sebuah awal. Halaman terakhir Atlas Middleton memuat dua contoh radikal yang mempertanyakan semua yang kita pikir tentang arti kata ‘negara’.

Menilik Atlantium. Ibukotanya, Concordia, berada di sebuah provinsi terpencil di Australia – yang dihuni oleh lebih banyak kanguru dibandingkan orang. Tetapi itu hanya merupakan seperempat adiministratif – Atlantium merupakan “non-teretorial”, artinya bahwa setiap orang, dimanapun, dapat menjadi warga negara.

Dan dalam situsnya memproklamasikan:”Dalam sebuah usia di mana makin bertambahnya orang-orang yang disatukan oleh kepentingan dan tujuan yang sama – dibandingkan dengan – batas-batas tradisional sebuah negara, Atlantium menawarkan sebuah alternatif terhadap praktik diskriminasi sejarah untuk menyetujui kewarganegaraan kepada individu dengan dasar kelahiran atau alasan lainnya.”

Lalu ada Elgaland-Vargaland, yang didirikan seniman Swedia – dan terdiri dari seluruh wilayah dari “tanah tak bertuan” di seluruh dunia, termasuk lahan yang menandai perbatasan antara negara dan kekangan terhadap laut di luar wilayah perairan sebuah negara; setiap Anda bepergian ke luar negeri, Anda harus melewati Elgaland-Vargaland.

Faktanya, seluruh negara-negara yang telah dikunjungi Middleton, ini yang paling dekat dengan awal dia memulai perjalanan ini, Narnia – sejak seniman mengklaim bahwa setiap Anda memasuki sebuah mimpi, atau membiarkan pikiran Anda mengembara, Anda juga harus melewati sebuah batas dan berkunjung sebentar ke Elgaland-Vargaland.

Atlantium dan Elgaland-Vargaland mungkin terlalu fantastis bagi sebagian orang yang sangat serius – Middleton memuja keduanya lebih dari sebuah upaya untuk mendorong debat yang lebih luas dalam hubungan internasional.”Mereka semua mengangkat kemungkinan bahwa negara-negara yang kita tahu mereka bukan satu-satunya yang memiliki legitimasi untuk memerintah planet ini,” tulis dia dalam bukunya.

Satu hal yang pasti – dunia terus menerus mengalami perubahan yang konstan. “Tidak ada orang seusia saya berpikir bahwa Uni Soviet akan jatuh – dapat terjadi perubahan yang tidak terduga,” jelas dia. Negara-negara baru selalu lahir, sementara yang lama lenyap.

Di masa depan, setiap wilayah yang kita ketahui dapat menjadi negara-negara yang tidak berwujud.