Perlunya Redesain Sistem Perencanaan Dan Penganggaran

Oleh: Achmad Zunaidi, Widyaiswara Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan

Redesain Sistem Perencanaan dan Penganggaran (RSPP) merupakan suatu pendekatan untuk menjadi lebih berbasis kinerja. Namun, sebagian pengelola anggaran kurang memahami apa latar belakang penerapannya dan apa perbedaannya dengan pendekatan sebelumnya.

Jika dicermati, pengertian RSPP secara resmi tidak ditemukan dalam peraturan perencanaan dan penganggaran. Oleh karena itu, cara termudah menduga pengertian RSPP adalah dengan membedah arti kata per kata dari frase redesain sistem perencanaan dan penganggaran menggunakan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online. Selanjutnya, arti kata-kata tersebut dipadukan. Berdasarkan metode tersebut, pengertian RSPP adalah membuat rancangan ulang sistem dalam hal merencanakan dan merancang alokasi sumber daya untuk mencapai sasaran program yang diselenggarakan kementerian negara/lembaga dalam jangka waktu terte

Latar Belakang Penerapan RSPP

Ada dua faktor berpengaruh penting mengapa RSPP perlu diterapkan. Keduanya mempunyai hubungan timbal balik yang saling memengaruhi. Pertama, berkaitan dengan penerapan new public management (NPM) dan kedua adalah melihat perkembangan pencapaian hasil-hasil pembangunan beserta alokasi anggarannya.

NPM merupakan suatu konsep bahwa organisasi sektor publik dapat meningkat kinerjanya apabila mengacu praktik organisasi privat. Awalnya, konsep NPM diterapkan oleh negara-negara Eropa sekitar 1990-an. Konsep NPM juga berkembang di Amerika dan menjadi reinventing government (David Osborne dan Ted Gaebler). Ada 3 dari 10 prinsip reinventing government yang terkait dengan penganggaran berbasis kinerja (dalam Mahmudi, 2019, p. 50), yaitu:

1. Competitive government: Injecting competition into service delivery. Pemerintah perlu memunculkan semangat kompetisi dalam pemberian pelayanan publik.
2. Mission-driven government: Transforming rule-driven organizations. Mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan menjadi organisasi yang digerakkan oleh misi.
3. Results-oriented government: Funding outcomes, not inputs. Pemerintah berorientasi hasil mampu membiayai hasil bukan masukan.

Pengaruh konsep NPM dan reinventing government pada sektor publik terus bergerak di Indonesia ecara perlahan. Kalau menengok ke belakang, baru tahun 2010 diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 s.d. 2025. Peraturan tersebut dapat dikatakan sebagai komitmen pemerintah untuk mempercepat reformasi birokrasi. Namun setelah peta jalan reformasi ada, dunia birokrasi tidak langsung berubah menjadi lebih baik. Selama rentang waktu tersebut banyak kasus korupsi terjadi (Suryanto, 2016).

Reformasi birokrasi menjadi isu lagi ketika Presiden Jokowi pada periode dua pemerintahannya melakukan penyederhanaan birokrasi. Cara yang dilakukan cukup radikal, yaitu dengan mengalihkan jabatan struktural ke jabatan fungsional (delayering). Harus dipahami, tujuan delayering tersebut merupakan tuntutan agar birokrasi menjadi lincah (agile) dalam mendukung penyelenggaraan program pembangunan. Lagi-lagi, permasalahan kinerja birokrasi yang lamban dan inefisiensi menjadi sorotan. Dampak birokrasi seperti itu, daya saing Indonesia sebagai tujuan investasi kurang menarik.

Data menunjukkan bahwa daya saing Indonesia masih kalah dengan negara-negara tetangga. Global Competitiveness Index (GCI) menempatkan Indonesia sejak tahun 2009 s.d. 2015 di bawah Thailand, Malaysia, dan Singapura. Indonesia menempati ranking 34 (Singapura 2, Malaysia 20, dan Thailand 31). Faktor utama kondisi tersebut adalah tingginya korupsi dan inefisiensi birokrasi. Birokrasi harus membenahi diri dalam iklim investasi yang lebih menarik di ASEAN (Suryanto, 2016).

Apabila dikaitkan dengan konteks penganggaran, NPM atau reinventing government sejalan dengan konsep penganggaran berbasis kinerja (lihat butir nomor 3). Bahkan dapat dikatakan, penganggaran berbasis kinerja sebagai bagian dari upaya mewujudkan upaya perbaikan pada bidang anggaran sektor publik.

Untuk faktor kedua, pengambil kebijakan mencermati bahwa dampak alokasi anggaran terhadap capaian kinerja pembangunan dalam beberapa tahun belum seperti yang diharapkan. Beberapa dampak pembangunan tersebut meliputi perkembangan tax ratio, pertumbuhan mandatory spending yang menggerogoti fiskal space, dan dampak anggaran terhadap capaian bidang pembangunan. Ketiganya mempunyai saling keterkaitan.

Mandatory spending merupakan pengeluaran untuk belanja negara yang secara tegas diamanatkan dalam peraturan perundangan. Pertumbuhannya secara nominal semakin besar seiring dengan besaran belanja negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Anggaran pendidikan harus dialokasikan sebesar 20 persen dari belanja negara dalam APBN (Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 31 ayat 4). Anggaran kesehatan dialokasikan sebesar 5 persen dari belanja negara (Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009). Selanjutnya, anggaran belanja ke daerah dalam bentuk Dana Alokasi Umum minimal dialokasikan sebesar 26 persen dari pendapatan dalam negeri netto (Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004) dan dalam bentuk Dana Desa sebesar 10 persen dari transfer ke daerah (Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014).

Apabila besaran mandatory spending tersebut dihadapkan dengan perubahan kondisi di masyarakat sebagai dampaknya, ada perasaan kurang puas. Sebagai contoh, berdasarkan hasil studi Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2018, tingkat ukuran kinerja siswa kelas pendidikan menengah Indonesia (kemampuan baca, matematika, dan sains) mengalami penurunan dibanding tahun 2015. Apabila dibandingkan, Indonesia menempati skor dan ranking di bawah negara ASEAN kecuali Filipina.

Padahal, alokasi anggaran pendidikan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Sebagai gambaran, anggaran pendidikan tahun 2018 sebesar Rp431,7 triliun dan menjadi sebesar Rp460,3 triliun pada tahun 2019. Ketidakpuasan masyarakat adalah mengapa tingkat ukuran kinerja siswa kelas pendidikan menengah Indonesia (skor PISA) malah menurun.

Sebelum dan Setelah RSPP

Kondisi terkini sebagaimana dalam bagian latar belakang di atas merupakan suasana bagi lahirnya kebijakan perencanaan dan penganggaran yang dikenal dengan RSPP ini. Dengan pemahaman tersebut, para penerima dampak kebijakan dapat menduga apa keinginan dan harapan para pengambil kebijakan, bukan sekadar teknis semata.

RSPP merupakan suatu pendekatan dalam penerapan anggaran berbasis kinerja pemerintah pusat. Pendekatan merupakan cara menerapkan suatu konsep atau kerangka berpikir pada suatu bidang ilmu. Dalam hal ini, konsep dimaksud adalah money follow program.

Fondasi konsep money follow program pertama kali disampaikan oleh Presiden Jokowi dalam bentuk arahan pada awal tahun 2017. Ada tiga arahan berkenaan dengan perencanaan dan penganggaran yaitu pentingnya integrasi proses perencanaan dan penganggaran, penyederhanaan proses, serta pengembangan informasi berbasis information technology untuk mendukung proses tersebut (Bisnis.com 31/01/2017).

Selanjutnya, arahan tersebut diresmikan dalam bentuk Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2018 tentang Harmonisasi Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional. Pengertian money follow program ditemukan dalam peraturan tersebut, yaitu pendekatan perencanaan pembangunan yang lebih holistik, integratif, tematik dan spasial, dari berbagai program prioritas yang sejalan dengan visi misi Presiden. Tujuan dari pelaksanaan pere follow program adalah untuk mewujudkan hasil pelaksanaan pembangunan yang langsung dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas.

Sementara, pendekatan perencanaan dan penganggaran sebelum RSPP lebih mengedepankan pada pertanggungjawaban atau akuntabilitas program-program pemerintah. Salah satu prinsip dalam penerapannya adalah money follow function yaitu alokasi anggaran program dan kegiatan didasarkan pada tugas fungsi unit kerja yang dilekatkan pada struktur organisasi. Konsep ini dapat ditemukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2018, prinsip tersebut diubah menjadi prinsip money follow program.

Konsep money follow function dalam penerapan anggaran berbasis kinerja merupakan prinsip yang strategis untuk menjaga efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran. Maksudnya, anggaran hanya dialokasikan kepada K/L atau satuan kerja yang tugas-fungsinya relevan dengan target kinerja yang akan dicapai. Target kinerja dimaksud berjenjang sampai ke tingkat nasional.

Di balik sisi akuntabilitas semakin membaik, ada beberapa fakta menarik atas praktik pendekatan sebelum RSPP dari 2010 sd 2020 (Zunaidi & Santoso, 2021), yaitu:

1. praktik yang baik mengenai penganggaran berbasis kinerja sulit dilaksanakan karena tidak dapat memotong/mengurangi alokasi anggaran untuk program yang tidak perform dengan baik;
2. perbedaan nama antara program yang dinyatakan dalam dokumen perencanaan dan penganggaran sehingga sulit untuk dikonsolidasi. Program-program yang bersifat lintas (lintas Eselon I dan/atau lintas K/L) sebagai cerminan prioritas Presiden tidak tercermin dalam nama program dalam dokumen anggaran (RKA-K/L-DIPA);
3. Publik sulit untuk memahami Informasi kinerja pembangunan yang tertuang dalam dokumen perencanaan (Renja KL) dan penganggaran (RKAKL dan DIPA).

Secara ringkas, perbedaan sebelum RSPP dan setelah RSPP dari sisi teknis penganggaran sebagaimana disajikan dalam tabel berikut.

No

Sebelum RSPP

RSPP

1

Lebih fokus pada pertanggung jawaban yang lebih jelas (akuntabilitas)

Lebih fokus pada hasil atas penyelenggaraan program pemerintah (output dan outcome).

2

* program pemerintah diterjemahkan oleh unit eselon 1 sesuai dengan tugas kewenangannya.
* Program adalah unik karena sebatas ruang lingkup tugas kewenangan unit eselon 1.
* Program menghasilkan outcome (dampak berupa perubahan kondisi di masyarakat)

* Program pemerintah adalah program nasional yang menjadi prioritas nasional.
* Program pemerintah tidak lagi identik dengan tugas kewenangan unit eselon 1. Bahkan, program pemerintah dapat dilaksanakan lintas kementerian.
* Program menghasilkan outcome (perubahan kondisi di masyarakat). Tanggung jawab tiap unit eselon 1 dibedakan dari capaian indikator kinerja program (outcome).

3

Hasil berupa output, yaitu barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit eselon 2 dan/atau satuan kerja (Satker).

* Hasil berupa rincian output (RO). RO tersebut sama dengan output. Hanya saja perumusannya lebih spesifik dan jelas dari suatu barang dan jasa yang dihasilkan unit eselon 2 dan/atau Satker.
* Ada Klasifikasi Rincian Output (KRO). KRO merupakan pengelompokan dari RO atas dasar kesamaan satuan volume yang dihasilkan.

Perlu Dilakukan oleh Perencana

RSPP telah ditetapkan sebagai pendekatan dalam perencanaan dan penganggaran. Sebagai suatu pendekatan yang baru, tentu masih ada kekurangannya. Kekurangan tersebut karena konsep yang dianggap masih kurang utuh atau petunjuk teknis belum sempurna. Namun kekurangan tersebut dapat dijembatani dengan koordinasi di internal pemerintahan lebih baik, sambil melaksanakan kebijakan tersebut.

Berikutnya berhubungan dengan permasalahan teknis. Bagian perencana unit eselon 1 tentu harus fokus pada perumusan outcome yang jelas beserta indikator kinerjanya. Hal ini untuk mendukung perubahan kondisi masyarakat yang lebih baik sesuai dengan bidang kehidupan yang menjadi fokus tugas dan kewenangan unit eselon 1. Sementara itu, bagi unit kerja di lapangan, satuan kerja tentunya bertugas menghasilkan output, yaitu barang dan jasa. Satker harus fokus pada evaluasi dan memberikan feedback bagi unit eselon 1 atas problem dan tantangan dalam menghasilkan output tersebut.

Referensi

Dolorosa, G. N., (Bisnis.com 31/01/2017). Jokowi: Jangan Ada 2 Rezim, Money Follows Program Harus Jalan. /read/ /10/624470/jokowi-jangan-ada-2-rezim-money-follows-program-harus-jalan.

Fauzia, Mutia. (Kompas.com 08/12/2020). Sri Mulyani Soroti Rasio Pajak yang Terus Turun. /read/2020/12/08/ /sri-mulyani-soroti-rasio-pajak-yang-terus-turun?page=all.

Mahmudi. (2019). Manajemen kinerja sektor publik (ketiga). UPP STIM YKPN.

OECD. (2018). Diunduh dari /pisa/publications/PISA2018_CN_IDN.pdf.

Olfah, S. T. (2021). Tantangan dalam penerapan kebijakan redesain sistem perencanaan dan penganggaran (RSPP). Majalah Treasury Indonesia, 1/2021(Redesain sistem perencanaan dan penganggaran), 30–35. /portal/images/mti/mti12021.pdf.

Suryanto, A,. (2019). Sistem pengembangan kader pimpinan ASN: sebuah strategi resolusi percepatan reformasi birokrasi di Indonesia. Jurnal Pendayagunaan Aparatur Negara. Edisi VI Tahun 2016. Diunduh dari /site/emagz/jurnal/2016_Jurnal_Tahun_2016.pdf.

Zunaidi, A., & Santoso, K. (2021). Penerapan Logic Model Dan Penganggaran Berbasis Kinerja Dalam Peraturan Penganggaran. Indonesian Treasury Review: Jurnal Perbendaharaan, Keuangan Negara dan Kebijakan Publik, 6(3), .