Perubahan Perilaku Konsumen Online Era Digital

Internet dan smartphone sudah terbukti telah berhasil menjadi stimulan dalam perubahan perilaku konsumen online era digital. Bagaimana tidak, ketika konsumen masih belum mengenal internet & smartphone, semuanya serba manual. Bukan berarti manual itu jelek. Hanya saja, pada saat itu, produktivitas tidak bisa maksimal.

Alasannya? Multitasking akan sangat sulit dilakukan. Misalnya saja ketika kamu berbelanja. Sebelum mengenal internet & smartphone, semua aktivitas berbelanja yang kamu lakukan masih sangat konvensional. Datang ke toko / pasar, menawar harga jika bisa, lalu kembali kerumah. Tetapi, sejak kehadiran internet & smartphone, kamu bisa berbelanja ketika berada di kantor, tanpa harus beranjak dari kursi.

Bagaimana? Kamu bisa melihat adanya perubahan perilaku konsumen online era digital?

Mulai dari website sederhana seperti company profile, hingga aplikasi web base kompleks kini bisa kamu temui di internet dalam genggaman. Mau apa, tinggal cari.

Dengan harga smartphone & akses internet yang semakin terjangkau, terciptalah pasar baru yang masif. Masyarakat online, Netizen adalah kata yang paling populer.

Dengan perkembangan teknologi digital yang begitu pesat, ditambah dengan konsep mobile-first technology, tahukah kamu berapa banyak aplikasi yang bisa diunduh via smartphone?

Coba lihat grafik dibawah ini, ya!

(Sumber: Statista – Jumlah Aplikasi Pada Google Play Store | Android)

(Sumber: Statista – Jumlah Aplikasi Pada App Store | iOS)

Wow, dalam waktu 5 tahun terakhir penambahan jumlah aplikasi pada masing-masing platform melonjak drastis (Google mengalami penurunan karena mereka menghapus banyak aplikasi yang terindikasi bahaya bagi pengguna Android)! Itu saja belum termasuk aplikasi di luar platform. Hanya ada satu kata sih, untuk merepresentasi semua.

Apakah kamu sudah menghitung ada berapa aplikasi yang terinstall di smartphone kamu? 10? Hmmm rasanya tidak mungkin. 100? 200? Hehehehe. Kenapa kamu menginstall aplikasi-aplikasi tersebut (di luar bawaan smartphone, ya)? Butuh? Iseng? Atau mengikuti tren?

Lagi-lagi benar ya, statement akan perubahan perilaku konsumen online era digital. Hehehehe.

Dengan banyaknya aplikasi yang kamu konsumsi setiap harinya. Apakah kamu sadar tentang bagaimana kabar keamanan data yang kamu miliki?

Tentu banyak negara yang menganggap aplikasi-aplikasi tersebut “berbahaya”. Sehingga, mulai banyak negara yang membuat peraturan guna menjamin keamanan data warga negara.

Hal ini tentu langsung ditanggapi oleh banyak pemilik perusahaan aplikasi tersebut. Makannya, mulai banyak nih aplikasi-aplikasi yang awalnya gratis, sekarang menawarkan layanan berbayar.

Perilaku konsumen online era digital mulai berubah lagi, ya? Bau-bau nya akan mulai menghindari yang “gratisan” deh. Kenapa ya bisa begitu. Simak lebih lanjut yuk!

Perkembangan Perilaku Konsumen Online era Digital
Awal Perilaku Konsumen Online
Kamu masih ingat tidak, hal apa yang kamu lakukan pertama kali ketika baru mengenal internet. Mencari gambar-gambar kartun di Google atau Yahoo untuk dijadikan wallpaper? Yang pasti, kegiatan konsumsi produk digital makin intens.

Memang, belum sampai kompleks seperti sekarang. Namun, lambat tapi pasti konsumsi produk digital semakin besar. Mulai munculnya social media seperti friendster, myspace, dan facebook (meskipun belum sebesar sekarang).

Bagaimana? Masih ingat caranya mengoperasikan friendster? Hahahahaha. Waktu cepat sekali yang berlalu. Begitu juga ponsel. Android masih terbilang anak baru. Apalagi iPhone. Yang paling populer adalah Nokia symbian, dan blackberry.

Karena kemampuan hardware smartphone & kecepatan internet yang masih terbatas. Masih jarang sekali perusahaan yang melakukan optimasi aplikasi smartphone. Coba, siapa yang masih ingat kaskus?

Siapa yang pernah melakukan transaksi jual beli disitu? Yap, bisa dibilang, kaskus itu adalah portal jual-beli “online” fase pertama. Kenapa kata online masih diberi tanda petik? Itu karena proses transaksi belum sepenuhnya “online”.

Belum ada payment gateway, dan sistem otomatisasi seperti saat ini. Namun, dari situ mulai lah terlihat pola perilaku konsumen online era digital. Permintaan akan produk digital semakin diminati. Bukan hanya jual-beli online. Tetapi, produk digital yang mampu memberikan pengalaman baru untuk “memudahkan” konsumen dalam beraktifitas lebih tepatnya.

Perkembangan Perilaku Konsumen Online
Tentu banyak perusahaan yang merespon para konsumen online yang menginginkan akan kemudahan. Dari situ, mulai banyak perusahaan startup bermunculan.

Kebanyakan dari mereka menawarkan produk berupa Saas (Software as a service). Bukan tanpa alasan. Akses internet yang semakin cepat dan harga smartphone yang kian terjangkau, turut meningkatkan jumlah konsumen online.

Bahkan, menurut Emarketer, pengguna aktif smartphone di Indonesia lebih dari 100 juta orang pada 2018. Iya, 100 juta konsumen online. Dan tentunya akan bertambah setiap harinya. Pasar yang masif ini merupakan sasaran empuk perusahan yang menawarkan SaaS.

Hingga muncul istilah “data is the new oil”. Bukan cuma minyak saja yang bisa di tambang, data juga. Nah, hal ini yang membuat banyak perusahaan penyedia Saas semakin agresif masuk ke pasar.

Mulai dari promo besar-besaran, hingga layanan “gratis” juga mereka hadirkan. Fungsinya tidak lain dan tidak bukan adalah untuk memikat para konsumen online untuk menggunakan aplikasi mereka.

Dan mungkin kamu sendiri, sebagai konsumen online, tertarik dan akhirnya menggunakan aplikasi mereka diponsel kamu. Dari situ, mulai banyak yang bertanya-tanya. Kok bisa perusahaan-perusahaan tersebut memberikan begitu banyak “subsidi” pada konsumen online.

Data. Ya, data kamu dibeli dengan “promo” yang kamu dapatkan. Sehingga, sebenarnya konsumen online tidak benar-benar gratis dalam menggunakan aplikasi-aplikasi tersebut.

Perilaku konsumen online era digital mulai berubah lagi. Antusiasme akan Saas mulai terganti dengan kehati-hatian. Konsumen online mulai pintar memilih aplikasi yang akan mereka pakai. Bukan tanpa sebab, banyaknya kasus penyalahgunaan data yang menjadikan konsumen online sebagai korban sudah begitu meresahkan. Sehingga, kepercayaan konsumen online mulai berkurang.

Nah, perusahaan pemilik Saas melihat ini sebagai perubahan perilaku konsumen online era digital yang wajar. Sehingga, para pemilik Saas ini pun memutar otak. Bagaimana tetap bisa memikat konsumen online tanpa harus menggadaikan data?

Yap, akhir tahun 2019, konsumen online di Indonesia mulai diramaikan oleh penyedia layanan berbayar. Mulai dari youtube premium, sampai aplikasi web based dengan sistem cloud sharing, mulai ramai berdatangan.

Menariknya apa?

Sebagian besar dari Saas tersebut menawarkan 1 minggu hingga 1 bulan gratis layanan. Tentu dengan keuntungan dimana data konsumen online tidak akan “dijual” kepada pihak ke 3. Misalnya iklan, atau bahkan data sharing.

Cara Netizen Mengkonsumsi Aplikasi Software Produk Digital
Jadi, akan kemana arah perubahan perilaku konsumen online era digital? Akan ada tiga perilaku besar yang akan mendominasi konsumen online dalam proses membuat keputusan.

Customer Journey Focus
Ketika konsumen dihadapkan oleh banyak pilihan, mereka akan menyortir mana pilihan yang memberikan paling banyak value bagi mereka. Nah, biasanya konsumen akan menilai berdasarkan pengalaman saat menggunakan aplikasi.

Tentunya setiap konsumen memiliki standard value yang berbeda-beda. Berikut adalah tiga faktor yang bisa mempengaruhi customer journey konsumen dalam menggunakan aplikasi software produk digital.

UI/UX (CX)
User Interface dan User Experience (UI/UX) merupakan elemen penting dalam proses software development. Hal tersebut karena user akan melakukan interaksi dengan sistem menggunakan media interface yang sudah dirancang sedemikian rupa, agar user dapat menyelesaikan kebutuhanya dengan efisien. Apa jadinya jika interface sebuah aplikasi software sulit untuk digunakan?

Warna interface yang tidak nyaman di mata, hingga posisi tombol CTA yang tidak “memanggil”, atau bahkan disembunyikan. Bagi user / konsumen tentu itu adalah salah satu penentu, apakah aplikasi mobile app akan tetap terinstal dalam ponsel atau di hapus. Begitu juga dengan webapp, apakah akan tetap diakses atau akan mencari alternatif.

Bagi bisnis? Jangan ditanya, itu adalah bencana. Masih perlu dijelaskan kenapa? Coba deh baca artikel “Kenapa User Experience (UX) Penting Dalam Membuat Website”.

Fitur
Konsumen online era digital memiliki tendensi untuk menyukai satu aplikasi untuk semuanya. Misalnya, ketika berbelanja online, konsumen online akan lebih senang berbelanja di online marketplace yang memiliki fitur layanan lainnya seperti pulsa, topup listrik, dll. Sehingga, konsumen online akan dengan mudah memenuhi kebutuhan mereka tanpa harus berganti platform.

Nah, ini juga yang membuat perusahaan Gojek semangat untuk membangun Super App Gojek. Mulai dari ojek sampai pesan tiket bioskop bisa lewat satu platform. Konsumen tidak harus pindah aplikasi sana sini untuk “get things done”.

Software personality
Apa? Software punya personality? Wkwkwkwk. Itu cuma kiasan aja kok. Mungkin kamu lebih familiar dengan identitas software. Misalnya, logo, warna yang dipakai, atau mungkin bahkan brand ambassador. Banyak. Nah, konsumen online memiliki kecenderungan positif untuk menggemari aplikasi / software yang sesuai atau hampir mirip dengan identitas mereka.

Ibaratnya sama ketika kamu membeli baju, ketika kamu memilih pakaian, apakah kamu cuma melihat brand nya saja? Bagaimana dengan model pakaian? Ukuran? Warna dan jenis bahan?

Ya itu semua satu kesatuan. Sama seperti Software. Tokopedia misalnya. Coba bandingkan Shopee atau Bukalapak.

Dari logo, desain, warna, sampai brand ambassador saja berbeda. Nah, tinggal konsumen online ini lah yang memilih. Entah dari harga barang-barang yang ditawarkan, desain aplikasi, atau bahkan brand ambassador yang akan membuat mereka memilih salah satu aplikasi tersebut.

Kalau kamu gimana?

Research Obsessed
Kalau kamu belanja online, apakah kamu akan melakukan survei kecil-kecilan dengan membandingkan harga barang yang sama antar platform online marketplace? Kalau iya, itu berarti kamu tidak sendirian. Memang tren nya begitu kok. Dengan distribusi informasi yang begitu cepat, aktivitas research tidak lagi sulit.

Bukan cuma research tentang harga, bahkan isu-isu sensitif macam politik dll bisa banget mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen online. Mungkin di tahun 2019 kamu sempat membaca gerakan #Uninstall bla bla blaaa. Ya. Menakutkan bukan? Dengan melakukan research sederhana, bahkan konsumen online bisa menemukan keterkaitan tokoh dengan suatu platform.

Jadi, hal apa saja yang akan kamu lakukan untuk sebelum melakukan instalasi aplikasi software dan memakainya?

Ceritakan di kolom komentar, ya! Eheeee.

Loyalty
Hampir semua jenis aplikasi software yang sifatnya konsumtif, memiliki program loyalty. Mulai dari grab, hingga online marketplace seperti Tokopedia, dkk. Konsepnya kurang lebih sama. Setiap transaksi yang dilakukan oleh konsumen online dalam platform tersebut akan diberi reward berupa poin.

Nah, jika poin yang terkumpul sudah banyak, konsumen online bisa menukarnya dengan voucher maupun undian berhadiah.

Dari pola tersebut kamu bisa melihat bahwa perusahaan sangat yakin dan percaya dengan loyalty konsumen yang dapat membawa pengaruh positif bagi perusahaan. Betapa tidak, Nielsen menunjukan bahwa 92% konsumen akan mempercayai rekomendasi dari teman, keluarga, atau idola mereka. Apa hubungannya dengan loyalty? Ya ada dong.

Kalau kamu menyukai suatu produk perawatan kulit. Selain harga yang terjangkau, produk juga bekerja dengan baik. Secara naluri, kamu akan berbagi pengalaman dengan orang-orang yang ada disekelilingmu. Nah, Nielsen melihat, 92% orang akan percaya bahwa produk yang kamu pakai itu benar-benar bagus.

Kalau dari segi bisnis, teknik ini biasa disebut dengan Word of Mouth (WOM). Bayangkan saja, tanpa harus mengeluarkan biaya marketing yang terkenal mahal, perusahaan kamu bisa mengakuisisi konsumen online baru berkat WOM ini. Menarik bukan?

Oleh karena itu, sekarang perusahaan aplikasi software berlomba-lomba untuk membuat program loyalitas semenarik mungkin. Sehingga konsumen online betah dan “kecanduan”. Hingga mampu membawa konsumen online lain untuk menggunakan aplikasi.

Jadi, sudah tahu kan kenapa bayaran seorang “influencer” itu mahal?

Bagaimana Cara Perusahaan SaaS Menanggapi Perubahan Perilaku Konsumen Online era Digital?
Perubahan perilaku konsumen online era digital itu tentu terjadi karena adanya faktor internal dan external. Nah, sebagai perusahaan SaaS (Software as a Service), mereka memiliki dua peran dalam perubahan perilaku konsumen online.

Driver
Bukan sopir. Maksudnya, perusahaan (SaaS) menjadi pendorong terhadap perubahan perilaku konsumen online. Misalnya Gojek, perusahaan Gojek dinilai sebagai pendorong perubahaan perilaku konsumen online. Kenapa? Mulai dari cara memesan ojek, hingga membeli makanan, kini konsumen online hanya cukup “bergoyang jari”.

Nah, peran sebagai driver ini lah yang kini sedang dikejar banyak perusahaan. Mulai dengan membuat perusahaan startup, hingga melakukan transformasi digital bisnis besar-besaran. Kenapa sih perusahaan rela menghabiskan capital yang tidak sedikit untuk menjadi driver dalam perubahan perilaku konsumen online?

Market leader.
Yap, ketika perusahaan SaaS berhasil menjadi driver terhadap perubahan perilaku konsumen online, mereka memiliki peluang lebih besar dalam menguasai pasar. Seperti halnya Yahoo, yang pernah menjadi raja, Ebay, hingga sekarang Gojek. Siapa sih yang tidak mau? Tetapi perlu diingat, menjadi market leader itu bukan perkara gampang. Coba deh kamu baca artikel “Digital 101: Business Hacks 2020”.

Hal apa saja sih, yang dibutuhkan suatu perusahaan agar berhasil menjadi driver terhadap perubahan perilaku konsumen online:

Inovasi
Lagi-lagi ketemu kata ini. Tetapi, memang demikian. Memangnya apa yang membuat perusahaan Google, Facebook, hingga Gojek bisa menjadi driver terhadap perubahan perilaku konsumen online? Sulit rasanya untuk membahas hal selain inovasi.

Inovasi yang mereka lakukan berhasil merubah customer journey konsumen online dalam memakai produk digital.

Meskipun demikian, membuat inovasi juga tidak bisa sembarangan. Apalagi yang merubah customer journey. Butuh research yang tidak sebentar untuk memastikan inovasi tersebut merupakan perubahan yang diinginkan konsumen online. Banyak perusahaan yang gagal dalam hal ini. Mereka berinovasi tanpa melihat permintaan pasar. Padahal, tahukah kamu bahwa inovasi itu memerlukan biaya yang tidak sedikit?

Udah, inovasi aja? Eheee. Memang baru inovasi saja sih yang terlihat efektif. Kalau kamu menemukan faktor lain yang bisa membantu perusahaan untuk menjadi driver terhadap perubahan perilaku konsumen online, boleh banget meninggalkan jejak di kolom komentar.

Follower
Be a good follower. Ada yang bilang begitu. Kamu tidak harus jadi yang pertama. Tetapi, jadilah orang yang pandai melihat peluang. Dalam bisnis juga seperti itu. Misalnya saja Instagram. Apakah instagram merupakan social media pertama? Bukan. Apakah Instagram memiliki fitur paling lengkap? Padahal, fitur yang ditawarkan oleh instagram jauh lebih sedikit daripada Facebook. Tetapi, kenapa instagram jauh lebih digandrungi di Indonesia?

Perubahan perilaku konsumen online di Indonesia terhadap social media, dimulai dari facebook. Ya, memang sebelum facebook juga ada friendster, my space, dll. Tetapi, konsumen online Indonesia baru mulai terlihat perubahan perilaku terhadap cara konsumsi produk digital itu dimulai dari facebook. Masih ingat heboh jual-beli baju couple di facebook? Puncaknya adalah dimana Indonesia merupakan salah satu negara dengan pengguna aktif facebook terbesar di dunia.

Ternyata, dengan melihat antusiasme konsumen online terhadap produk digital social media, hadirlah Instagram dengan menonjolkan produk digital yang memanjakan visual para netizen (konsumen online).

Eh, ternyata konsumen online Indonesia justru lebih engage di dalam platform tersebut. Bahkan, sampai-sampai facebook kesal, dan berakhir dengan membeli perusahaan Instagram.

Secara bisnis, ini menarik. Bukan, begitu?

Kesimpulan Dari Perubahan Perilaku Konsumen Online Era Digital
Perubahan perilaku konsumen online era digital terjadi sejak volume konsumsi terhadap produk digital meningkat. Bukannya tanpa alasan. Harga smartphone yang semakin terjangkau serta akses internet yang semakin luas telah berkontribusi besar terhadap perubahan perilaku konsumen online. Mobile-first world.

Yap, kamu, sebagai salah satu konsumen online pun sudah merasakannya. Hampir semua hal bisa kamu lakukan dengan “goyangan” jari pada layar ponsel. Mulai dari urusan perbankan sampai urusan dapur, ada di ponsel kamu. Lantas, seperti apa perkembangan perubahan perilaku konsumen online era digital?

Pada awal hadirnya internet di Indonesia, kecepatan serta harga internet masih jauh dari kata “merakyat”. Hal apa yang pertama kali kamu lakukan saat baru mengenal Google? Mencari gambar-gambar untuk kamu jadikan wallpaper komputer?

Tenang, kamu tidak sendiri. Dari situ lah konsumsi produk digital makin meningkat. Nah, ketika konsumen online mulai mengenal social media, konsumsi terhadap produk digital semakin tinggi.

Puncaknya adalah ketika teknologi smartphone menjadi barang yang terjangkau. Begitu pula dengan akses internet yang semakin cepat dan luas. Masyarakat makin tidak bisa lepas dengan yang namanya produk digital.

Nah, masalah mulai terlihat ketika mulai banyaknya aplikasi-aplikasi baru yang muncul. Coba hitung, ada berapa banyak aplikasi yang ada diponsel kamu? 1? 10? 100? Keamanan data konsumen online dalam bahaya! Bahkan, terjadi skandal perusahaan aplikasi besar yang telah menyalahgunakan data user. Terjadilah perubahan perilaku konsumen online.

Kini, konsumen online semakin berhati-hati terhadap aplikasi apa yang akan mereka install. Perusahaan SaaS pun sadar akan hal ini. Sehingga, banyak dari perusahaan tersebut menawarkan layanan “premium” yang akan menjamin data konsumen akan aman dan tidak akan disalahgunakan. Misalnya saja, konsumen online tidak akan menjadi target iklan.

Sebenarnya, perubahan perilaku konsumen online seperti apa yang kini sedang terjadi? Kini, perilaku konsumen online lebih berfokus pada customer journey yang didapatkan saat menggunakan aplikasi software.

Selain itu, kemudahan dalam mengakses informasi juga menjadikan konsumen online sebagai detektif ulung. Maksudnya? Yap, konsumen online akan melakukan “penelitian” sederhana terhadap barang yang akan mereka beli secara online, atau tentang benefit yang akan didapatkan saat menggunakan suatu aplikasi software.

Yang terakhir adalah loyalitas. Konsumen online kini semakin loyal terhadap satu aplikasi software yang dianggap memberikan nilai lebih bagi mereka. Sehingga, banyak perusahaan SaaS yang berlomba-lomba memberikan fitur loyalitas yang menarik.

Nah, perusahaan SaaS pun semakin berlomba-lomba untuk menjadi driver dan follower yang hebat terhadap perubahan perilaku konsumen online. Kenapa? Dengan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku konsumen online, perusahaan SaaS akan berpeluang besar menjadi market leader. Seperti yang terjadi pada Gojek, dan Yahoo pada jamannya.

Eits, tetapi bukan berarti perusahaan follower itu tidak bisa sukses loh ya. Coba lihat Google, Instagram, dan masih banyak perusahaan lainnya. Kuncinya adalah inovasi. Baik driver maupun follower harus terus berinovasi dan pandai-pandai melihat peluang.

Jadi bagaimana? Kamu sudah siap menjadi driver perubahan perilaku konsumen online dengan produk digital / software baru? Atau menjadi follower cerdik yang pandai melihat peluang? Yang jelas, SoftwareSeni siap membantu kamu untuk mewujudkan software impian!