Reason Doesnt Matter Jangan Menjadi Reasonable Man

“When you’re janitor, reasons matter. Somewhere between janitor and CEO, reasons stop mattering. That rubicon is crossed when you become a VP. In other words, you have no excuse for failure. You are now responsible for any mistakes that happen, and it doesn’t matter what you say.” – Steve Jobs

Semakin tinggi posisi dan jabatan yang Anda dapatkan, tidak ada alasan bagi Anda jika mengalami kegagalan. Nilai-nilai ini saya terapkan di lingkungan pekerjaan untuk menanamkan rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri, tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan, dan tanggung jawab untuk mencapai target-target yang harus dicapai.

Alasan Tidak Penting

Pada penghujung rapat Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) Bank Mandiri, saya selalu sampaikan, “Reason doesn’t matter. Alasan tidak ada gunanya. “Jadi, berulang-ulang saya sampaikan” Target dan realisasi harus tercapai. Mari RKAP ini kita tanda tangani dengan darah.”

Di setiap perusahaan, pada saat performance review selalu ada target, realisasi, remarks, atau kolom catatan. Sepanjang pengalaman saya, biasanya isi kolom catatan itu isinya sangat panjang. Kalau melihat isi kolom catatan panjang, biasanya saya memberikan komentar, “Kolom catatan ini seharusnya dihilangkan, karena tidak penting. Yang penting itu apakah Anda mencapai target atau tidak.”

Mengapa saya berkata begitu? Sebab, bagi semua manajer, reason doesn’t matter, seperti yang dikatakan oleh Steve Jobs.

Sebagai pimpinan BUMN, saya harus mempertanggungjawabkan seluruh hasil kerja saya kepada Kementerian BUMN yang merupakan pemegang saham terbesar.

Ketika mereka menanyakan hasil kinerja saya dan saya mengatakan bahwa saya tidak mencapai target dan mulai mencari alasan, apakah alasan itu penting bagi mereka? Tidak!

Jika saya menyampaikan bermacam-macam alasan, alasan itu tidak penting. Kementerian BUMN pada akhirnya hanya melihat dan menilai saya dari target yang tercapai atau tidak tercapai.

Mencapai Target

Sebetulnya kita punya kebebasan yang sangat luas untuk melakukan apa pun dalam rangka mencapai target. Kita dapat memanfaatkan waktu, fasilitas, kesempatan berdiskusi dengan rekan kerja, dan network yang kita miliki untuk mencapai target-target yang diberikan. Di samping itu, kita dapat meminta bantuan pemberi tugas. Jadi, sangat sedikit ruang bagi kita untuk menyampaikan alasan bila target tidak tercapai.

Misalnya dalam hal memanfaatkan waktu. Seorang manajer punya begitu banyak kebebasan untuk menggunakan dan memanfaatkan waktunya. Selama 8 jam, 10 jam, atau 12 jam setiap harinya ia dapat memanfaatkan waktu untuk mencapai target. Itu kebebasan sangat luas yang ia miliki.

Kebebasan itu tidak bisa dikontrol secara penuh oleh atasannya. Semua kembali kepada keseriusan dan keuletan serta daya juang si manajer untuk bisa memanfaatkannya guna mencapai target-targetnya.

Prinsipnya, berapa pun waktu yang digunakan si manajer, yang dilihat hanya target yang tercapai atau tidak. Jadi kalau di ujung masa periode performance review Anda tidak mencapai target, reason doesn’t matter. Alasan tidak ada gunanya.

Kesalahan yang sering terjadi adalah ketika si manajer mengalami kesulitan mencapai target dan baru mengetahuinya ketika review akhir tahun. Kalau dia mengetahui bahwa target-target yang diberikan kepadanya sulit dicapai, semestinya sebelum masa akhir review dia sudah berkonsultasi dengan atasannya. Dia semestinya dapat mencari solusi dari permasalahannya sejak awal, jauh sebelum masa akhir review.

Dia bisa minta tolong ke atasannya dan mengatakan, “Pak, kemungkinan saya kesulitan untuk mencapai target bulan ini. Saya mohon Bapak bisa bantu saya.” Bukan di ujung akhir dia menyampaikan, “Pak saya nggak bisa mencapai target karena makroekonomi kita yang tidak mendukung,” lalu muncul alasan-alasan lainnya.

Kalau ada seorang manajer, kepala cabang, kepala wilayah, kepala divisi, dan direktur yang beralasan seperti itu, sudah pasti saya tolak. Intinya, kalau mereka tidak bisa mencapai target, that’s it, bahwa Anda tidak mencapai target. Reason doesn’t matter!

Reasonable Man

Saya selalu sampaikan, reason doesn’t matter. Kalau seorang manajer masih juga memberi alasan, saya akan berkata, “Oke, Anda kasih alasan, saya akan beri Anda sebutan, Anda itu ‘reasonable man’.” Saya sebut dia sebagai orang yang pandai membuat alasan.

Jadi, semua yang tidak dapat mencapai target, kemudian membuat alasan, saya sebut kelompok reasonable man. Tentunya hal itu akan memengaruhi penilaian saya terhadap kinerja mereka, dan dapat berdampak terhadap keputusan perusahaan untuk memberikan insentif dan bonus.

Ingat satu hal ini: jangan pernah menjadi reasonable man.

Saya akan lebih menghormati orang yang berjiwa besar mengatakan bahwa dia tidak dapat mencapai targetnya, dibandingkan orang-orang yang ngotot dan terus mencari alasan karena tidak dapat mencapai targetnya.

Semua cara, dan proses untuk mencapai target dapat Anda lakukan, tapi di ujung jalan saya hanya akan melihat hasil. Tidak mencapai target? Reason doesn’t matter.

*) Tulisan ini merupakan salah satu bab dalam buku Execution Matters! Rencana Tidak Mengubah Apa-Apa yang telah terbit pada akhir November 2016.